Sering Temukan Koruptor Sembunyikan Kekayaan Hasil Korupsi, KPK Sudah Terbitkan 11 Sprindik Pencucian Uang
ILUSTRASI DOK VOI

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengeluarkan 11 Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) selama tiga tahun terakhir. Hal tersebut dilakukan karena tak sedikit koruptor yang menyamarkan harta kekayaan mereka dari hasil korupsi.

"Pengenaan pasal TPPU penting untuk mengoptimalkan asset recovery atas hasil korupsi. Lantaran, KPK acapkali menemukan para koruptor menyamarkan atau menyembunyikan hartanya dari hasil kejahatan korupsinya," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 8 April.

Pada tahun 2020, KPK telah menerbitkan sprindik untuk mengusut dugaan pencucian yang merupakan pengembangan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Roll-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia dan gratifikasi terkait dengan jasa konsultasi Bisnis Asuransi dan Reasuransi Oil dan Gas pada PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) tahun 2008-2012.

Kemudian, pada 2021 sprindik TPPU dikeluarkan terkait pengembangan proyek pembangunan jalan dalam Kota Namrole tahun 2015; kasus pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) hingga perkara terkait Seleksi Jabatan di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Probolinggo Tahun 2021 dengan tersangka suami istri, Puput Tantriana Sari dan Hasan Aminuddin.

Selanjutnya, penerbitan sprindik TPPU juga dilakukan KPK untuk mengembangkan kasus suap terkait dengan Pemeriksaan Perpajakan Tahun 2016 dan 2017 pada Direktorat Jenderal Pajak dan perkara korupsi pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan Tahun 2021-2022.

Terakhir, pada 2022, KPK menerbitkan sprindik TPPU terkait kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di Pemkab Banjarnegara Tahun 2017-2018 dengan tersangka Bupati Banjarnegara nonaktif, Budhi Sarwono dan Wali Kota Bekasi noaktif Rahmat Effendi.

"KPK terus memaksimalkan upaya perampasan aset hasil korupsi atau asset recovery dari para koruptor. Upaya tersebut salah satunya melalui pengembangan penanganan pada perkara pada TPPU," ungkap Ali.

"Asset recovery merupakan dampak penting dalam penegakkan hukum tindak pidana korupsi oleh KPK, selain pemberian efek jera bagi para pelakunya," imbuh Ali.

Ali mengatakan hasil pemulihat aset dari tindak pidana korupsi selama 2021 yang telah disetorkan ke negara melalui Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp419,9 miliar.

"Hasil asset recovery tersebut selanjutnya masuk ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang digunakan sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional," pungkasnya.