JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap ada sejumlah modus pencucian uang yang biasa dilakukan oleh para koruptor. Di antaranya adalah menghilangkan jejak dengan melakukan transaksi yang kompleks hingga berinvestasi pada bisnis tertentu.
Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan modus semacam ini kerap ditemukan oleh lembaganya. Termasuk, saat mengusut dugaan korupsi sehingga berujung pada pengembangan kasus dengan menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"KPK acapkali menemukan para koruptor menyamarkan atau menyembunyikan hartanya dari hasil kejahatan korupsinya," kata Ali dalam keterangan tertulisnya yang dikutip pada Senin, 11 April.
"Mulai dari penempatan uang atau aset di sistem keuangan, menyamarkan atau menghilangkan jejak sumber uang dengan melalukan transaksi atau transfer yang kompleks, ataupun menggunakan uangnya untuk investasi pada kegiatan usaha atau bentuk kekayaan lainnya," imbuhnya.
Lebih lanjut, Ali mengatakan sudah 11 surat perintah penyidikan (sprindik) terkait dugaan pencucian uang yang telah dikeluarkan oleh komisi antirasuah.
Pada tahun 2020, KPK telah menerbitkan sprindik untuk mengusut dugaan pencucian yang merupakan pengembangan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Roll-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia dan gratifikasi terkait dengan jasa konsultasi Bisnis Asuransi dan Reasuransi Oil dan Gas pada PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) tahun 2008-2012.
BACA JUGA:
Kemudian, pada 2021 sprindik TPPU dikeluarkan terkait pengembangan proyek pembangunan jalan dalam Kota Namrole tahun 2015; kasus pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) hingga perkara terkait Seleksi Jabatan di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Probolinggo Tahun 2021 dengan tersangka suami istri, Puput Tantriana Sari dan Hasan Aminuddin.
Selanjutnya, penerbitan sprindik TPPU juga dilakukan KPK untuk mengembangkan kasus suap terkait dengan Pemeriksaan Perpajakan Tahun 2016 dan 2017 pada Direktorat Jenderal Pajak dan perkara korupsi pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan Tahun 2021-2022.
Terakhir, pada 2022, KPK menerbitkan sprindik TPPU terkait kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di Pemkab Banjarnegara Tahun 2017-2018 dengan tersangka Bupati Banjarnegara nonaktif, Budhi Sarwono dan Wali Kota Bekasi noaktif Rahmat Effendi.
"KPK terus memaksimalkan upaya perampasan aset hasil korupsi atau asset recovery dari para koruptor. Upaya tersebut salah satunya melalui pengembangan penanganan pada perkara pada TPPU," ungkap Ali.
"Asset recovery merupakan dampak penting dalam penegakkan hukum tindak pidana korupsi oleh KPK, selain pemberian efek jera bagi para pelakunya," pungkasnya.