Bagikan:

JAKARTA - Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo menilai pembatasan transaksi uang tunai sangat diperlukan. Langkah ini bertujuan untuk mempersempit gerak koruptor dalam melakukan aksinya.

“Ya, pembatasan uang tunai memang sangat krusial melihat dari banyaknya modus, ya,” kata Yudi saat dihubungi wartawan, Rabu, 30 Oktober.

DPR disebutnya harus segera melakukan pembahasan soal rancangan perundangan yang mengatur pembatasan transaksi uang tunai. Apalagi, baru-baru ada temuan uang Rp1 triliun dan emas di rumah eks pejabat Mahkamah Agung (MA) yang jadi tersangka dugaan suap pengurusan perkara Gregorius Ronald Tannur, Zarof Ricar atau ZR.

Peristiwa ini disebutnya harus bisa jadi pemantik. “Para pelaku tindak pidana korupsi lebih suka menyimpan uang tunai untuk menyamarkan dan tidak mudah dideteksi,” tegas Yudi.

“Karena kita tahu bahwa ketika mereka melakukan transaksi keuangan melalui lembaga keuangan seperti bank itu kan bisa dideteksi PPATK. Jadi sangat penting adanya undang-undang pembatasan uang tunai,” sambung dia.

Yudi juga bilang pemerintah harusnya melihat banyak kasus pencucian uang yang transaksinya menggunakan uang tunai. “Jadi setidaknya adanya undang-undang itu jadi instrumen mencegah tindak pidana korupsi atau tindak pidana pencucian uang,” ujarnya.

“Utamanya dalam hal bisa melacak adanya transaksi keuangan yang dilakukan dari sumber sah maupun dari sumber yang tidak sah,” jelas Yudi.

Diberitakan sebelumnya, KPK minta DPR RI membahas pembatasan transaksi tunai atau uang kartal dilakukan.

Hal ini disampaikan Juru Bicara KPK Tessa Mahardika menanggapi temuan uang tunai senilai Rp1 triliun dan emas di rumah eks pejabat Mahkamah Agung (MA) yang jadi tersangka dugaan suap pengurusan perkara Gregorius Ronald Tannur, Zarof Ricar atau ZR. Katanya, RUU Pembatasan Uang Kartal sama pentingnya dengan RUU Perampasan Aset.

“KPK menekankan pentingnya pembahasan RUU Perampasan Aset dan Pembatasan Uang Kartal ini untuk dapat dibahas oleh para wakil rakyat di DPR,” kata Tessa kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 29 Oktober.

“Sebagaimana yang sama-sama kita ketahui bahwa selain RUU Perampasan Aset, kita juga mendorong terkait Rancangan Undang-Undang Pembatasan Uang Kartal di DPR,” sambung dia.

Meski begitu, Tessa menyinggung soal RUU Perampasan Aset dan Pembatasan Uang Kartal yang belum jadi prioritas DPR RI. Sehingga, komisi antirasuah ingin peristiwa yang menjerat Zarof Ricar jadi pemantik.

Karena, perundangan ini, khususnya RUU Perampasan Aset dibutuhkan oleh aparat penegak hukum. “KPK tetap terus berharap dan mendorong agar para wakil rakyat di DPR ini dapat memahami dan membahas rancangan undang-undang tersebut,” tegas juru bicara berlatar belakang penyidik tersebut.

“Yang mana (perundangan itu, red) bertujuan untuk bisa memitigasi risiko seperti yang sudah disampaikan tadi, termasuk ditemukannya suap dalam bentuk uang tunai baik itu rupiah maupun valuta asing,” jelas Tessa.Pembatasan Transaksi Tunai Lewat Undang-undang Disebut Bisa Mencegah Koruptor Beraksi

JAKARTA - Eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo menilai pembatasan transaksi uang tunai sangat diperlukan. Langkah ini bertujuan untuk mempersempit gerak koruptor dalam melakukan aksinya.

“Ya, pembatasan uang tunai memang sangat krusial melihat dari banyaknya modus, ya,” kata Yudi saat dihubungi wartawan, Rabu, 30 Oktober.

DPR disebutnya harus segera melakukan pembahasan soal rancangan perundangan yang mengatur pembatasan transaksi uang tunai. Apalagi, baru-baru ada temuan uang Rp1 triliun dan emas di rumah eks pejabat Mahkamah Agung (MA) yang jadi tersangka dugaan suap pengurusan perkara Gregorius Ronald Tannur, Zarof Ricar atau ZR.

Peristiwa ini disebutnya harus bisa jadi pemantik. “Para pelaku tindak pidana korupsi lebih suka menyimpan uang tunai untuk menyamarkan dan tidak mudah dideteksi,” tegas Yudi.

“Karena kita tahu bahwa ketika mereka melakukan transaksi keuang melalui lembaga keuangan seperti bank itu kan bisa dideteksi PPATK. Jadi sangat penting adanya undang-undang pembatasan uang tunai,” sambung dia.

Yudi juga bilang pemerintah harusnya melihat banyak kasus pencucian uang yang transaksinya menggunakan uang tunai. “Jadi setidaknya adanya undang-undang itu jadi instrumen mencegah tindak pidana korupsi atau tindak pidana pencucian uang,” ujarnya.

“Utamanya dalam hal bisa melacak adanya transaksi keuangan yang dilakukan dari sumber sah maupun dari sumber yang tidak sah,” jelas Yudi.

Diberitakan sebelumnya, KPK minta DPR RI membahas pembatasan transaksi tunai atau uang kartal dilakukan.

Hal ini disampaikan Juru Bicara KPK Tessa Mahardika menanggapi temuan uang tunai senilai Rp1 triliun dan emas di rumah eks pejabat Mahkamah Agung (MA) yang jadi tersangka dugaan suap pengurusan perkara Gregorius Ronald Tannur, Zarof Ricar atau ZR. Katanya, RUU Pembatasan Uang Kartal sama pentingnya dengan RUU Perampasan Aset.

“KPK menekankan pentingnya pembahasan RUU Perampasan Aset dan Pembatasan Uang Kartal ini untuk dapat dibahas oleh para wakil rakyat di DPR,” kata Tessa kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 29 Oktober.

“Sebagaimana yang sama-sama kita ketahui bahwa selain RUU Perampasan Aset, kita juga mendorong terkait Rancangan Undang-Undang Pembatasan Uang Kartal di DPR,” sambung dia.

Meski begitu, Tessa menyinggung soal RUU Perampasan Aset dan Pembatasan Uang Kartal yang belum jadi prioritas DPR RI. Sehingga, komisi antirasuah ingin peristiwa yang menjerat Zarof Ricar jadi pemantik.

Karena, perundangan ini, khususnya RUU Perampasan Aset dibutuhkan oleh aparat penegak hukum. “KPK tetap terus berharap dan mendorong agar para wakil rakyat di DPR ini dapat memahami dan membahas rancangan undang-undang tersebut,” tegas juru bicara berlatar belakang penyidik tersebut.

“Yang mana (perundangan itu, red) bertujuan untuk bisa memitigasi risiko seperti yang sudah disampaikan tadi, termasuk ditemukannya suap dalam bentuk uang tunai baik itu rupiah maupun valuta asing,” jelas Tessa.