JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD kembali menyinggung rancangan undang-undang pembatasan uang kartal. Mahfud, usulan diajukan pemerintah bertujuan untuk mencegah korupsi.
"Kan enak, ya, kalau uang belanja tunai itu dibatasi ketentuannya. Misalnya, barangsiapa mau melakukan transaksi maka kalau mencapai Rp100 juta harus antar bank, diambil dari bank mana, dikirim ke bank mana," kata Mahfud di Jakarta, Rabu, 1 Februari.
"Orang kan enggak bisa korupsi kalau begitu," sambung dia.
Mahfud juga bilang pembatasan uang kartal ini juga bisa mencegah korupsi terkait proyek. Sebab, pembayaran dilakukan lewat perbankan.
Hanya saja, pembatasan ini tak bisa dicanangkan karena undang-undang yang mendasari ternyata rancangannya ditolak DPR RI.
"Enggak mampu DPRnya, kita ajukan, wah, ndak mau katanya. Kenapa? Kegiatan politik itu perlu uang tunai. Eh, terang-terangan lho (penolakannya, red)," tegas eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
BACA JUGA:
Mahfud mengaku heran dengan penolakan dan alasan yang diberikan DPR untuk menolak rancangan itu.
"Apa iya uang tunai bisa sehari misalnya (terpakai hingga, red) Rp100 juta," ujarnya.
Sebagai informasi, pemerintah memang mendorong diterbitkannya perundangan terkait pembatasan transaksi uang kartal. Hanya saja, DPR RI justru menilai langkah ini dapat menyulitkan praktik politik yang perlu uang tunai.
Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menilai pembatasan transaksi uang tunai memang harus dilakukan. Langkah ini dinilai mencegah risiko tindak pidana pencucian uang (TPPU).