Bagikan:

JAKARTA - Indonesia Memanggil (IM) 57+ Institute mengatakan penguatan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) selaku financial intelligence harus dilakukan jika Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembatasan Uang Kartal disahkan. Lembaga ini bahkan harus punya kewenangan untuk melakukan penyidikan.

"Jika tidak ada penguatan lembaga PPATK, pembatasan peredaran uang kartal tidak akan efektif mencegah korupsi," kata Ketua IM 57+ Institute, Praswad Nugraha kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya yang dikutip pada Jumat, 1 November.

"Karena selain uang tunai, media lain termasuk crypto dan valuta asing juga bisa dijadikan alat bayar yang efektif dan sulit terdeteksi," sambungnya.

PPATK, sambung Praswad, harus bisa menjadi lembaga yang terus menerus mengawasi transaksi mencurigakan. "Contohnya jika ada pembelian emas besar-besaran atau penukaran uang dolar dengan nilai yang fantastis dengan profil pelaku transaksi yang tidak mendukung," tegas eks penyidik KPK itu.

Tapi, di sisi lain, pengawasan juga harus dilakukan secara hati-hati. Jangan sampai usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) yang masih mengandalkan uang tunai juga terdampak.

Sehingga, integritas para pegawai PPATK juga harus jadi perhatian. "Jika penegak hukumnya tidak berintegritas maka semua sistem pencegahan korupsi tersebut akan menjadi lahan baru sebagai celah pemerasan bagi oknum yang tidak bertanggung jawab," jelas Praswad.

"Jangan sampai undang-undang pembatasan uang kartal justru mengkriminalisasi para pengusaha UMKM yang sehari-hari menggerakkan bisnis dan ekonomi kerakyatan menggunakan uang tunai," sambung dia.

Diberitakan sebelumnya, KPK minta DPR RI membahas pembatasan transaksi tunai atau uang kartal dilakukan. Juru Bicara KPK Tessa Mahardika menyebut rancangan perundangan ini sama pentingnya dengan RUU Perampasan Aset.

Hal ini disampaikannya menanggapi temuan uang Rp1 triliun dan emas di rumah eks pejabat Mahkamah Agung (MA) yang jadi tersangka dugaan suap pengurusan perkara Gregorius Ronald Tannur, Zarof Ricar atau ZR.

“KPK menekankan pentingnya pembahasan RUU Perampasan Aset dan Pembatasan Uang Kartal ini untuk dapat dibahas oleh para wakil rakyat di DPR,” kata Tessa kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 29 Oktober.

“Sebagaimana yang sama-sama kita ketahui bahwa selain RUU Perampasan Aset, kita juga mendorong terkait Rancangan Undang-Undang Pembatasan Uang Kartal di DPR,” sambung dia.

Meski begitu, Tessa menyinggung soal RUU Perampasan Aset dan Pembatasan Uang Kartal yang belum jadi prioritas DPR RI. Sehingga, komisi antirasuah ingin peristiwa yang menjerat Zarof Ricar jadi pemantik.

Karena, perundangan ini, khususnya RUU Perampasan Aset dibutuhkan oleh aparat penegak hukum. “KPK tetap terus berharap dan mendorong agar para wakil rakyat di DPR ini dapat memahami dan membahas rancangan undang-undang tersebut,” tegas juru bicara berlatar belakang penyidik tersebut.

“Yang mana (perundangan itu, red) bertujuan untuk bisa memitigasi risiko seperti yang sudah disampaikan tadi, termasuk ditemukannya suap dalam bentuk uang tunai baik itu rupiah maupun valuta asing,” jelas Tessa.PPATK Harus Kuat Kalau RUU Pembatasan Uang Kartal Disahkan

JAKARTA - Indonesia Memanggil (IM) 57+ Institute mengatakan penguatan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) selaku financial intelligent harus dilakukan jika Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembatasan Uang Kartal disahkan. Lembaga ini bahkan harus punya kewenangan untuk melakukan penyidikan.

"Jika tidak ada penguatan lembaga PPATK, pembatasan peredaran uang kartal tidak akan efektif mencegah korupsi," kata Ketua IM 57+ Institute, Praswad Nugraha kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya yang dikutip pada Jumat, 1 November.

"Karena selain uang tunai, media lain termasuk crypto dan valuta asing juga bisa dijadikan alat bayar yang efektif dan sulit terdeteksi," sambungnya.

PPATK, sambung Praswad, harus bisa menjadi lembaga yang terus menerus mengawasi transaksi mencurigakan. "Contohnya jika ada pembelian emas besar-besaran atau penukaran uang dolar dengan nilai yang fantastis dengan profil pelaku transaksi yang tidak mendukung," tegas eks penyidik KPK itu.

Tapi, di sisi lain, pengawasan juga harus dilakukan secara hati-hati. Jangan sampai usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) yang masih mengandalkan uang tunai juga terdampak.

Sehingga, integritas para pegawai PPATK juga harus jadi perhatian. "Jika penegak hukumnya tidak berintegritas maka semua sistem pencegahan korupsi tersebut akan menjadi lahan baru sebagai celah pemerasan bagi oknum yang tidak bertanggung jawab," jelas Praswad.

"Jangan sampai undang-undang pembatasan uang kartal justru mengkriminalisasi para pengusaha UMKM yang sehari-hari menggerakkan bisnis dan ekonomi kerakyatan menggunakan uang tunai," sambung dia.

Diberitakan sebelumnya, KPK minta DPR RI membahas pembatasan transaksi tunai atau uang kartal dilakukan. Juru Bicara KPK Tessa Mahardika menyebut rancangan perundangan ini sama pentingnya dengan RUU Perampasan Aset.

Hal ini disampaikannya menanggapi temuan uang Rp1 triliun dan emas di rumah eks pejabat Mahkamah Agung (MA) yang jadi tersangka dugaan suap pengurusan perkara Gregorius Ronald Tannur, Zarof Ricar atau ZR.

“KPK menekankan pentingnya pembahasan RUU Perampasan Aset dan Pembatasan Uang Kartal ini untuk dapat dibahas oleh para wakil rakyat di DPR,” kata Tessa kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 29 Oktober.

“Sebagaimana yang sama-sama kita ketahui bahwa selain RUU Perampasan Aset, kita juga mendorong terkait Rancangan Undang-Undang Pembatasan Uang Kartal di DPR,” sambung dia.

Meski begitu, Tessa menyinggung soal RUU Perampasan Aset dan Pembatasan Uang Kartal yang belum jadi prioritas DPR RI. Sehingga, komisi antirasuah ingin peristiwa yang menjerat Zarof Ricar jadi pemantik.

Karena, perundangan ini, khususnya RUU Perampasan Aset dibutuhkan oleh aparat penegak hukum. “KPK tetap terus berharap dan mendorong agar para wakil rakyat di DPR ini dapat memahami dan membahas rancangan undang-undang tersebut,” tegas juru bicara berlatar belakang penyidik tersebut.

“Yang mana (perundangan itu, red) bertujuan untuk bisa memitigasi risiko seperti yang sudah disampaikan tadi, termasuk ditemukannya suap dalam bentuk uang tunai baik itu rupiah maupun valuta asing,” jelas Tessa.