Bagikan:

JAKARTA - Pendekatan diplomatik yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap klaim China atas perairan Natuna Utara, dinilai merupakan langkah awal yang tepat. Namun hal tersebut tidak cukup, mengingat klaim China atas perairan Natuna Utara bukan hanya sekali terjadi.

Wakil Ketua MPR Syarief Hasan mengatakan, langkah tegas yang bisa diambil pemerintah yakni dengan meninjau ulang investasi dan kerja sama dengan China.

"Perlu ada tindakan yang betul-betul tegas dari pemerintah kita, supaya menjadi pelajaran juga bagi kita," katanya, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Selasa, 7 Januari.

Syarief berujar, pemerintah tak perlu takut dengan dampak kebijakan ini, karena sudah menjadi risiko demi menjaga kedaulatan negara. Mengingat sikap China yang tetap tak bergeming dari perairan Natuna Utara, Indonesia.

Syarief menjelaskan, Indonesia tidak perlu takut memanasnya hubungan dengan China berimplikasi pada perekonomian dalam negeri. Sebab, menurutnya, China hanyalah negara investor terbesar ketiga.

"China pasti membutuhkan Indonesia. Sangat membutuhkan Indonesia. Jadi tidak perlu khawatir dengan implikasinya terhadap ekonomi Indonesia," ujarnya.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengaku, memanasnya hubungan dengan China pasca pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan di wilayah ZEE Indonesia, tidak akan mempengaruhi investasi China di Indonesia.

"Kalau berbicara persoalan Natuna dan investasi adalah dua hal yang berbeda. Investasi adalah investasi, hubungan bisnis antara kedua belah pihak. Sementara kalau Natuna adalah urusan kedaulatan," katanya Rabu, 8 Januari.

Bahlil menjelaskan, pemerintah dapat menyelesaikan permasalahan diplomatik dengan China di Natuna Utara. Sehingga, kata dia, investasi dari raksasa Asia itu tetap mengalir ke Indonesia.

"Tugas saya adalah bagaimana meyakinkan mereka [investor] bagaimana Indonesia adalah tempat yang positif bagi investasi," tuturnya.