Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah resmi menaikan tarif bea meterai menjadi satu harga yaitu Rp10.000, dan aturan mengenai hal tersebut mulai berlaku di tahun 2021. Kementerian Keuangan memastikan bahwa tarif baru meterai ini tak langsung berlaku saat ini, ada masa transisi dalam proses penerapannya selama satu tahun.

Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Suryo Utomo memastikan meterai lama yaitu Rp3.000 dan Rp6.000 yang sudah beredar di masyarakat masih bisa berlaku sampai satu tahun ke depan atau 2021. Meskipun saat itu tarif baru materai sudah berlaku.

Seperti diketahui, saat ini tarif bea meterai yang berlaku adalah Rp3.000 dan Rp6.000. Tarif tersebut sudah naik sebanyak enam kali dari Rp500 dan Rp1.000 sebagaimana yang dibolehkan dalam Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.

"Ada transisi bahwa meterai lama masih bisa digunakan satu tahun ke depan. Jadi transisi itu ada di tahun 2021, satu tahun penuh kita memberikan transisi," tuturnya, dalam konferensi pers secara virtual, Rabu, 30 September.

Suryo menjelaskan, masa transisi ini diberikan sekaligus untuk menghabiskan stok meterai lama yang sudah dicetak namun belum digunakan. Sebab, menurut dia, kebanyakan masyarakat membeli meterai namun tak langsung menggunakannya, melainkan disimpan terlebih dahulu.

"Transisi itu menghabiskan stok meterai yang ada, kira kira gitu lah bahasa sederhana saya. Sambil menghabiskan stok bea meterai yang belum terpakai, kami berikan ruang. Karena namanya bea meterai itu kita sudah beli, tapi kadang-kadang pakainya kapan kita belum tahu," jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Peraturan Perpajakan I DJP, Arif Yanuar mengatakan, masyarakat masih bisa menggunakan kedua meterai Rp3.000 dan Rp6.000. Hal ini bisa dilakukan untuk setahun ke depan selama masa transisi.

"Dengan cara memeteraikan dalam dokumen minimal nominal Rp9.000. Jadi bisa dipasang Rp6.000 dan Rp3.000 atau Rp6.000 dan Rp6.000. Minimal Rp9.000. Sampai dengan satu tahun ke depan. Ini masa transisinya," tuturnya.

Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Bea Meterai menjadi Undang-Undang. Kesepakatan tersebut diambil dalam sidang Paripurna pembicaraan tingkat II pengambilan keputusan terhadap RUU Bea Meterai, Selasa, 29 September.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyampaikan terima kasih atas dukungan seluruh anggota DPR dalam proses pembentukan RUU Bea Meterai ini. Sehingga sampai pada tahap pengambilan keputusan dalam sidang paripurna.

Bendahara Negara ini menyampaikan, bea meterai adalah pajak atas dokumen yang dasar hukumnya pemungutannya saat ini adalah mengacu kepada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai yang telah berlaku sejak tanggal 1 Januari 1986. Sejak saat itu belum mengalami perubahan.

Sementara situasi kondisi yang ada yang terjadi di masyarakat dalam lebih dari tiga dekade telah mengalami banyak perubahan, baik di bidang ekonomi hukum sosial dan teknologi informasi.

Menurut Sri Mulyani, hal ini menyebabkan sebagian besar pengaturan bea meterai yang ada sudah tidak lagi menjawab tantangan kebutuhan penerimaan negara yang meningkat serta perkembangan situasi dan kondisi yang ada di dalam masyarakat.

"Pengesahan RUU ini sangat bermanfaat sebagai salah satu peran perangkat untuk mewujudkan perbaikan kesejahteraan rakyat dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas serta perbaikan tata kelola bea meterai dengan tetap mempertimbangkan azas keadilan," ucap Sri Mulyani.

Dalam UU ini nantinya dioptimalkan dari sisi harga yakni Rp10.000 dari yang tadinya ada 2 tarif Rp3.000 dan Rp6.000. Namun pemerintah tetap memberikan pemihakan terhadap usaha kecil menengah, termasuk mereka yang nilai dokumennya di bawah atau sama dengan Rp5 juta, tidak perlu menggunakan meterai.