Kejar Target Substitusi Impor 35 Pesen di Tahun 2022, Kemenperin Siapkan Empat Strategi
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita (Foto: Instagram @agusgumiwangk)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Perindustrian fokus mewujudkan program substitusi impor sebesar 35 persen pada tahun 2022. Target ini diakselerasi guna mendorong pemulihan ekonomi nasional (PEN) akibat dampak dari pandemi COVID-19.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, pihaknya telah menyiapkan empat strategi khusus untuk mengoptimalkan program tersebut.

"Adapun empat strategi yang akan kami jalankan, yakni pendalaman struktur industri, kemandirian bahan baku dan produksi, perlunya regulasi dan insentif yang mendukung, serta pegoptimalan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN)," katanya, dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, Sabtu, 26 September.

Agar sasaran substitusi impor 35 persen pada tahun 2020 bisa cepat tercapai, kata Agus, diperlukan dukungan dan langkah sinergi dari seluruh pemangku kepentingan terkait. Mulai lingkup kementerian dan lembaga hingga asosiasi industri.

"Guna mengakselerasinya, kami juga akan fokus pada implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0," tuturnya.

Kata Agus, akibat dampak pandemi, Kemenperin menambahkan dua sektor prioritas pada peta jalan making Indonesia 4.0 yaitu industri farmasi dan industri alat kesehatan. Dua sektor ini mengalami pertumbuhan dan permintaan yang signifikan di saat masa pandemi COVID-19.

"Kami dapat pelajaran dari dampak pandemi ini, bahwa kita harus menjadi negara yang mandiri di sektor kesehatan. Jadi, ada tujuh sektor prioritas pada roadmap Making Indonesia 4.0," jelasnya.

Lebih lanjut, Agus menjelaskan, dari tujuh program tersebut lima sektor prioritas sebelumnya adalah industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, kimia, otomotif, serta elektronik.

"Dari lima sektor tersebut saja sudah mempresentasikan 70 persen dari PDB industri yang ada di Indonesia, 60 persen dari ekspor industri, dan 60 persen dari penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia," jelasnya.

Agus mengaku optimistis, jika inisiatif Making Indonesia 4.0 dijalakan secara baik, Indonesia akan menjadi negara 10 besar dengan perekonomian terkuat di dunia tahun 2030. Strategi yang telah disiapkan tersebut, diyakini pula mampu menarik investasi baru dan menjaga iklim usaha di Tanah Air.

"Dalam implementasinya, kami akan jalankan secara simultan, antara penurunan impor melalui substitusi impor pada sektor industri yang nilai impornya besar, dengan peningkatan utilisasi produksi pada seluruh sektor industri pengolahan," ucapnya.

Kemenperin membidik utilisasi sektor manufaktur secara keseluruhan bisa mencapai 60 persen hingga akhir tahun ini setelah tertekan dampak pandemi COVID-19. Pada tahun 2021, utilisasi bakal digenjot sebesar 75 persen, dan terus dipacu hingga 85 persen di 2022.

Sebelum hadir COVID-19 di Indonesia, kata Agus, utilisasi industri di Indonesia mencapai 75 persen. Mulai dari Juni sampai sekarang sudah mulai ada tanda pemulihan, dengan tingkat utilisasi 52 persen.

"Kinerja gemilang ini tercermin juga dari Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia di bulan Agustus yang berada pada level 50,8 atau menandakan sedang ekspansif," jelasnya.

Menurut Agus, peningkatan utilisasi ini memberikan efek positif. Di antaranya adalah penyerapan tenaga kerja yang terdampak PHK, peningkatan kemampuan belanja dalam negeri, dan peningkatan pasar ekspor.

"Strategi penurunan impor ini akan kami dorong melalui peningakatan invetasi, tentunya akan ada penyerapan tenaga kerja baru," jelasnya.

Pada periode 2019 hingga 2023, Kemenperin mencatat, rencana sejumlah investasi sektor manufaktur yang sudah terdaftar di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), total nilainya menembus Rp1,04 triliun dari 12 perusahaan.

Sektor-sektornya meliputi industri permesinan dan alat mesin pertanian, industri kimia hulu, industri kimia hilir dan farmasi, industri logam (non-smelter), industri smelter, industri elektronika dan telematika, serta industri makanan hasil laut dan perikanan.

Berikutnya, industri minuman, tembakau dan bahan penyegar, industri tekstil, kulit dan alas kaki, industri alat transportasi (otomotif), industri bahan galian non logam, serta industri hasil hutan dan perkebunan.

"Kami siap kawal realisasi investasi ini, karena tentunya akan sangat membantu pada program substitusi impor," jelasnya.

Agus juga sudah menghitung jumlah investasi yang dibutuhkan untuk mengalihkan 35 persen impor barang input sektor manufaktur ke produksi dalam negeri. Total kebutuhan investasinya sebesar Rp197 triliun, kemudian nilai target produksi Rp142 triliun, dan biaya investasi Rp55 triliun.

"Target produksi ini adalah untuk struktur biaya di luar proses produksi, seperti perizinan, pengadaan lahan dan lainnya," ucapnya.

Apabila investasi itu terealisasi, kata Agus, akan tercipta sebanyak 397.000 peluang kerja tambahan. Penambahan ini setingkat dengan peningkatan 6 persen ketenagakerjaan di sektor manufaktur.

"Kami bertekad untuk menjaga aktivitas sektor industri di tengah masa pandemi saat ini, dengan tetap mematuhi protokol kesehatan secara ketat dan disiplin," jelasnya.

Sekadar informasi, industri manufaktur merupakan salah satu sektor yang dapat diandalkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Sepanjang triwulan II tahun 2020, sektor industri masih memberikan kontribusi terbesar pada struktur produk domestik bruto (PDB) nasional dengan mencapai 19,87 persen.