Bagikan:

JAKARTA - Pemimpin Hong Kong Carrie Lam berencana untuk meninjau ulang kebijakan pembatasan COVID-19 besok Senin 20 Maret. Kebijakan di kota itu ketat sejak varian Omicron merebak.

Aturan ketat di kota yang diperintah China itu merembet kepada merosotnya perekonomian di Hong Kong. Banyak lembaga keuangan sudah "gerah" dengan kebijakan COVID-19 pemerintah.

Hong Kong melarang penerbangan dari sembilan negara, termasuk Australia dan Inggris, dan mewajibkan karantina di hotel hingga dua minggu bagi wisatawan yang datang.

Hong Kong juga telah memberlakukan larangan pertemuan lebih dari dua orang. Sebagian besar tempat umum ditutup, termasuk pantai dan taman bermain, masker wajib dipakai, dan pembelajaran tatap muka ditiadakan.

Pada Sabtu, 19 Maret, mengutip Reuters dari Antara, kota itu melaporkan 16.597 kasus baru COVID-19, turun dari hari sebelumnya yang mencapai 20.000 lebih.

Wabah virus corona melanda panti-panti jompo dan melumpuhkan sebagian wilayah Hong Kong.

Dalam beberapa pekan terakhir, jalan-jalan di pusat kota Hong Kong terlihat sangat sepi, restoran dan bar tutup atau kosong.

Rak-rak di pasar swalayan tampak kosong ketika orang-orang memborong bahan makanan karena khawatir dengan penguncian (lockdown) seluruh kota. Banyak bisnis di seluruh kota Hong Kong terpaksa tutup, termasuk pusat kebugaran, restoran, dan bar.

Hong Kong berpegang teguh pada kebijakan nol kasus dalam pengendalian wabah virus corona.

Gonta-ganti kebijakan COVID-19 baru-baru ini menunjukkan kota itu masih jauh dari pelonggaran pembatasan pada saat kota-kota besar lain di dunia mulai belajar hidup bersama virus.

Dalam beberapa hari terakhir, kasus harian COVID-19 di Hong Kong berkisar di angka 20-30 ribu kasus.

Namun, beberapa ahli meyakini angka kasus harian COVID-19 di Hong Kong sebenarnya lebih tinggi dari yang dilaporkan otoritas Hong Kong.

Hal itu disebabkan ada warga Hong Kong yang positif COVID-19 memilih karantina di rumah dan tidak melapor ke pihak berwenang.