Bagikan:

JAKARTA - Direktur Direktorat Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya Kombes Sambodo mengatakan, penerapan saksi denda bagi angkutan umum bukan ditujukan kepada sopir. Melainkan diperuntukan bagi perusahaan mode transportasi tersebut.

"Sanskinya tidak ditunjukkan kepada driver tapi sanksi ditunjukkan kepada pelaku usaha. Artinya pemilik dari angkutan tersebut," ucap Sambodo kepada wartawan, Senin, 21 September.

Dalam penerapan Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 79 tahun 2020, penidakan pertama bakal diberikan peringatan. Namun, untuk pelanggaran kedua dan seterusnya baru akan diberikan saksi denda.

"Bila ada pelanggaran pertama akan diberikan peringatan tertulis. Kalau ada pelanggaran berikutnya dendanya bisa 50 juta, pelanggaran berikutnya 100 juta dan selanjutnya lagi ketiga dan keempat 150 juta," kata dia.

Untuk membayarkan denda pelanggaran itu, para pemilik perusahaan akan diberi tenggat waktu selama tujuh hari. Tapi, jika denda itu tidak dibayarakan setelah masa tenggat berakhir saksi pencabutan izin usaha akan dilakukan.

"Dan Kalau denda itu tidak terbayar maka si pemerintah ralam hal ini Pemda DKI berhak mencabut izin usaha. Itu kita lakukan untuk menghindari klaster baru di angkutan umum," ungkap dia.

Dalam operasi yustisi yang dilakukan di Jalan Jati Baru Raya, Tanah Abang, Jakarta Pusat tekait aturan pengurangan kapasitas penumpang sebesar 50 persen, puluhan kendaraan ditindak karena tak menaati peraturan.

"Dari pagi pelanggaran dari jam 08.00 WIB ada 24 angkot dan 2 bajaj yang melanggar kemudian total semuanya 26," pungkas dia.