Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik aliran uang yang diterima mantan Bupati Buru Selatan, Tagop Sudarsono Soulisa, dari para kontraktor yang memenangkan proyek di Kabupaten Buru Selatan, Maluku.

Aliran uang itu dikonfirmasi dari tiga orang saksi yaitu advokat dari Law Firm Lima & Bintang, Laurezius C.S. Sembiring; Sekretaris di Law Firm Lima & Bintang, Muji Nurjaroh; dan mantan Site Manager PT Dharma Bakti Abadi tahun 2013, Rismawan Adrianto. Ketiganya diperiksa pada Selasa, 8 Maret kemarin.

"Bertempat di Kantor Polres Probolinggo di Kantor Polres Kota Probolinggo, tim penyidik memeriksa saksi untuk tersangka TSS dkk," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 9 Maret.

Selain itu, KPK juga turut memeriksa seorang tersangka dalam dugaan penerimaan suap ini yaitu dan Ivana Kwelju. Dia diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas milik Tagop.

"Seluruh saksi hadir dan dikonfirmasi pengetahuannya antara lain terkait adanya dugaan aliran uang untuk tersangka TSS karena memenangkan kontraktor tertentu dalam beberapa kegiatan proyek pekerjaan di Pemkab Buru Selatan," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK sebelumnya telah menetapkan Tagop bersama tiga orang lainya sebagai tersangka dugaan suap, gratifikasi, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan tahun 2011-2016.

Sebagai penerima, yaitu Tagop Sudarsono Soulisa (TSS) dan Johny Rynhard Kasman (JRK) dari pihak swasta. Sementara sebagai pemberi, yakni Ivana Kwelju (IK) dari pihak swasta.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Tagop yang menjabat Bupati Buru Selatan periode 2011-2016 dan 2016-2021 diduga sejak awal menjabat telah memberikan atensi lebih untuk berbagai proyek pada Dinas PUPR Kabupaten Buru Selatan di antaranya dengan mengundang secara khusus kepala dinas dan kabid bina marga untuk mengetahui daftar dan nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek.

Tagop selanjutnya merekomendasi dan menentukan secara sepihak pihak rekanan mana saja yang bisa dimenangkan untuk mengerjakan proyek baik yang melalui proses lelang maupun penunjukan langsung.

KPK menduga dari penentuan para rekanan itu, Tagop meminta sejumlah uang dalam bentuk fee dengan nilai 7 sampai dengan 10 persen dari nilai kontrak pekerjaan, khusus untuk proyek yang sumber dananya dari Dana Alokasi Khusus (DAK) ditentukan besaran fee masih di antara 7 sampai dengan 10 persen ditambah 8 persen dari nilai kontrak pekerjaan.

Adapun proyek-proyek tersebut, yaitu pembangunan jalan dalam kota Namrole tahun 2015 dengan nilai proyek sebesar Rp3,1 miliar, peningkatan jalan dalam kota Namrole (hotmix) dengan nilai proyek Rp14,2 miliar, peningkatan jalan ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) dengan nilai proyek Rp14,2 miliar, dan peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp21,4 miliar.

Atas penerimaan sejumlah fee tersebut, Togop diduga menggunakan orang kepercayaannya, yaitu Johny untuk menerima sejumlah uang menggunakan rekening bank miliknya dan untuk berikutnya ditransfer ke rekening bank milik Tagop.

KPK menduga nilai fee yang diterima oleh Tagop sekitar Rp10 miliar yang di antaranya diberikan oleh Ivana karena dipilih untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan yang anggarannya bersumber dari dana DAK Tahun 2015.

Tak sampai di situ, Tagop juga diduga menggunakan uang Rp10 miliar untuk membeli sejumlah aset dengan menggunakan nama pihak-pihak lain dengan maksud untuk menyamarkan asal usul uang yang diterima dari para rekanan kontraktor.