Pro Kontra Penghapusan Syarat Wajib Tes Antigen dan PCR, Harus Dihentikan jika Kasus Naik
Ilustrasi/Foto: Antara

Bagikan:

JAKARTA - Pencabutan syarat tes PCR dan antigen bagi pelaku perjalanan mengisyaratkan titik terang akan segera berakhirnya pandemi COVID-19 untuk beralih ke status endemi. 

Hanya saja, kebijakan itu masih menuai pro-kontra. Kalangan DPR ada yang menyambut baik penghapusan tes antigen dan PCR sebagai syarat melakukan perjalanan sebagai langkah transisi, namun yang lain masih meminta pemerintah untuk terus mengevaluasi kebijakan tersebut.  

Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai NasDem Nurhadi menilai, dihapusnya syarat tes COVID-19 bagi pelaku perjalanan merupakan dalam rangka perubahan status dari pandemi menuju endemi. 

Menurut dia, hal itu wajar dilakukan oleh sebuah pemerintah atau negara. Namun demikian, ia mengingatkan bahwa untuk mewujudkan status endemi diperlukan keseriusan dari seluruh pihak.

"Penghapusan syarat tes COVID-19 merupakan langkah wajar dalam rangka transisi menuju endemi," kata Nurhadi saat dihubungi, Selasa, 8 Maret. 

Keseriusan itu, imbuh dia, terutama untuk tidak lengah dalam penerapan protokol kesehatan, sekalipun syarat tes COVID-19 telah dilonggarkan.

"Meskipun syarat tes COVID-19 sudah dihapus, masyarakat tetap harus mempertahankan protokol kesehatan. Karena protokol kesehatan akan menjadi habitat masyarakat di masa depan," jelasnya.

Oleh karenanya, ia mengajak masyarakat untuk segera menerima vaksinasi COVID-19 dosis lengkap. Hal itu guna mendukung proses transisi dari pandemi menjadi endemi.

Sementara, Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo mengatakan, jika kebijakan tersebut menyebabkan lonjakan kasus COVID-19, maka pemerintah harus menghentikan kebijakan ini dan kembali menetapkan tes antigen dan PCR sebagai syarat perjalanan.

"Ketika kebijakan ini dalam beberapa hari ke depan ternyata diikuti lonjakan yang signifikan terhadap COVID-19 dan BOR (bed occupancy rate/tigkat keterisian) rumah sakit maupun tingkat kematian, saya kira bisa dievaluasi dengan menerapkan kembali kebijakan itu (tes COVID-19 sebagai syarat perjalanan)," ujar Rahmad saat dihubungi, Selasa, 8 Maret. 

Menurut legislator PDIP itu, evaluasi tersebut senada dengan strategi penanganan pandemi yang diterapkan pemerintah selama ini yakni menggunakan prinsip 'gas dan rem'.

"Saya kira evaluasi menjadi salah satu kata kunci untuk bisa terus tidaknya kebijakan tidak wajib tes bagi yang sudah vaksin lengkap untuk penerbangan maupun moda transportasi yang lain," kata Rahmad.

Diketahui, Pemerintah kembali memperbarui aturan perjalanan domestik dengan transportasi laut maupun darat. Per 7 Maret 2022, ketentuan perjalanan domestik bagi pelaku yang sudah divaksinasi lengkap tak perlu lagi menunjukkan bukti tes antigen maupun PCR negatif.

Hal ini diucapkan langsung oleh Koordinator PPKM Jawa Bali Luhut Binsar Pandjaitan dalam konferensi pers menteri terkait Hasil Ratas Evaluasi PPKM, 7 Maret 2022.

"Hari ini pemerintah akan berlakukan kebijakan sebagai berikut. Pertama, pelaku perjalanan domestik dengan transportasi laut maupun darat yang sudah melakukan vaksinasi dosis kedua dan lengkap, sudah tidak perlu menunjukkan bukti tes antigen maupun PCR negatif," tuturnya. 

Disisi lain, pemerintah juga diminta tidak buru-buru mencabut aturan wajib masker sebagai buntut dari penghapusan syarat wajib antigen dan PCR.

Terkait ini, pemerintah menyatakan belum akan mencabut kewajiban Prokes tersebut. 

"Kita tidak akan cepat-cepat melakukan pelonggaran protokol kesehatan tanpa menilai situasi ataupun kondisi yang ada," tegas juru bicara vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan, dr Siti Nadia Tarmizi, dalam konferensi pers Selasa, 8 Maret. 

Pemerintah mengakui, saat ini tengah menyiapkan transisi menuju endemi. Namun menurut dr Nadia, ada sejumlah indikator yang harus dicapai untuk bisa sampai titik tersebut, di antaranya laju penularan di bawah 1 persen dan cakupan vaksinasi minimal 70 persen.

Namun yang pasti, dr Nadia menyebut ada kemungkinan di bulan Ramadhan tahun ini sudah akan ada berbagai penyesuaian dalam aktivitas beribadah. Misalnya jaga jarak mungkin sudah bisa dikurangi, namun dengan catatan semua jemaah membawa sajadah sendiri.