Pemerintah Diingatkan Tak Buru-buru Longgarkan Aturan Pencegahan COVID-19 Meski Kasus Melandai
Dicky Budiman/Foto: Antara

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah memutuskan menghapus aturan wajib tes PCR maupun swab antigen bagi pelaku perjalanan domestik melalui jalur darat, laut, dan udara jika mereka sudah mendapatkan vaksin COVID-19 lengkap dua dosis.

Hanya saja, pemerintah diingatkan untuk tidak terburu-buru untuk melonggarkan aturan meski kasus positif kini melandai.

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengingatkan pemerintah tak buru-buru melonggarkan aturan pencegahan penyebaran COVID-19. Meski kasus mulai melandai, dia mengingatkan bukan berarti virus ini sudah hilang.

Menurut Dicky Budiman, pelonggaran ini harusnya dilakukan bertahap di sejumlah daerah sistem kesehatannya sudah lebih kuat dan masyarakatnya lebih mewaspadai penyebaran COVID-19.

"Ketika melakukan pelonggaran itu harus bertahap tidak dalam waktu yang mendadak, terburu-buru, dan berskala besar," kata Dicky kepada VOI, Selasa, 8 Maret.

Dicky Budiman mengamini pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-19 saat ini diperlukan. Tapi, yang harus dipahami kondisi kritis belum terlewati apalagi angka kasus COVID-19 masih naik turun dan angka kematian juga trennya masih meningkat.

Jika pemerintah tetap memaksa melonggarkan aturan, harus ada sejumlah aspek yang diperkuat demi mencegah penyebaran COVID-19. Salah satunya, melalui deteksi dini penyebaran COVID-19 di komunitas hingga peningkatan surveilans.

Selain itu, Dicky Budiman melanjutkan, penguatan keamanan di aspek moda transportasi juga perlu dilakukan lebih maksimal khususnya pada transportasi darat. "Ventilasi dan sirkulasi udaranya ini yang harus diperkuat. Termasuk sekarang misalnya pakai kereta enggak perlu pakai tes tapi maskernya harus KN-95, misalnya. Ini untuk mengurangi risiko dan harus dilakukan," ungkapnya.

Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengungkap penghapusan aturan wajib tes PCR maupun antigen ini dilakukan pemerintah karena berbagai hal. Salah satunya, sudah tercapai target vaksinasi yaitu 91 persen untuk dosis pertama dan dosis lengkap telah mencapai 71 persen.

"Ditambah lagi hasil survei kita itu mengatakan 80 persen masyarakat Indonesia sudah memiliki antibodi," katanya dalam konferensi pers secara daring.

Dengan kondisi ini, maka proteksi vaksin sudah didapatkan oleh masyarakat dan kekebalan komunitas juga sudah terjadi. Sehingga, potensi terjadinya penyebaran secara masif bisa diredam.

"Kenapa, karena sudah ada vaksinasi maka ada proses netralisasi dari vaksin tersebut. Sehingga untuk orang yang divaksin dan tentunya ditambah protokol kesehatan yang tetap disiplin maka penurunan kemungkinan terjadinya penularan itu terjadi," jelas Nadia.

Diberitakan sebelumnya, penghapusan syarat tes antigen dan PCR untuk perjalanan kereta api dan pesawat tidak dibutuhkan lagi, bersumber dari hasil Rapat Terbatas yang dilaksanakan pada Senin, 7 Maret yang disampaikan oleh Koordinator PPKM Jawa-Bali, Luhut Binsar Panjaitan.

Luhut mengungkapkan, penghapusan kewajiban menunjukkan hasil tes COVID-19 negatif untuk perjalanan dan tanggal pemberlakuannya akan disahkan dalam surat edaran yang diterbitkan dalam beberapa waktu mendatang.

"Pelaku perjalanan domestik dengan transportasi udara, laut, maupun darat yang sudah melakukan vaksinasi dosis kedua atau lengkap sudah tidak perlu menunjukkan bukti tes antigen maupun pcr negatif. Hal ini akan ditetapkan dalam surat edaran yang akan diterbitkan oleh kementerian dan lembaga terkait yang akan terbit dalam waktu dekat," kata Luhut dalam konferensi pers virtual, Senin, 7 Maret.