Ukraina Tuduh Rusia Coba Manipulasi Pemimpin Dunia lewat Koridor Kemanusiaan
Ilustrasi evakuasi warga sipil dari Ukraina. (Wikimedia Commons/dsns.gov.ua/State Emergency Service of Ukraine)

Bagikan:

JAKARTA - Rusia berusaha memanipulasi Presiden Prancis Emmanuel Macron dan para pemimpin Barat lainnya, dengan menuntut agar koridor kemanusiaan di Ukraina keluar melalui Rusia atau Belarusia, kata seorang pejabat senior Ukraina, Senin.

Wakil Perdana Menteri Iryna Vereshchuk mengatakan, Ukraina meminta Rusia untuk menyetujui gencatan senjata mulai Senin pagi untuk memungkinkan warga Ukraina mengungsi ke kota Lviv di Ukraina barat.

Ukraina menerima proposal Rusia pada Senin pagi, setelah Presiden Macron mengadakan pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, kata Vereshchuk dalam konferensi pers yang disiarkan televisi.

"Saya berharap Presiden Prancis Emmanuel Macron memahami, bahwa namanya dan keinginan tulusnya untuk membantu, pada kenyataannya sedang digunakan dan dimanipulasi oleh Federasi Rusia," ujar Vereschuck melansir Reuters 8 Maret.

Diketahui, Ukraina menuduh pasukan Rusia menembaki daerah-daerah yang ditunjuk sebagai koridor kemanusiaan, untuk mencegah orang-orang melarikan diri dari kota-kota yang diserang.

Sementara, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan 'koridor' baru akan dibuka dari ibukota Ukraina Kyiv dan kota-kota timur Kharkiv dan Sumy, serta kota pelabuhan Mariupol.

Adapun pihak Moskow sendiri menyalahkan Ukraina atas kegagalan koridor kemanusiaan sejauh ini dan menyangkal menargetkan warga sipil.

Untuk diketahui, sekitar 200.000 orang masih terperangkap di Mariupol, sebagian besar tidur di bawah tanah untuk menghindari lebih dari enam hari penembakan oleh pasukan Rusia yang telah memutus makanan, air, listrik dan pemanas, menurut pihak berwenang Ukraina.

Invasi Rusia telah dikecam di seluruh dunia, mengirim lebih dari 1,5 juta orang Ukraina melarikan diri ke luar negeri, dan memicu sanksi besar-besaran yang telah mengisolasi Rusia dengan cara yang belum pernah dialami oleh ekonomi sebesar itu.

Rusia menyebut tindakannya di Ukraina sebagai 'operasi khusus'" yang tidak dirancang untuk menduduki wilayah, tetapi untuk menghancurkan kemampuan militer tetangganya dan menangkap apa yang dianggapnya sebagai nasionalis berbahaya.