Eks Bupati Buru Selatan Diduga Beli Kendaraan Pakai Nama Orang Lain
Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri (Foto: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Mantan Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa diduga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeli kendaraan dengan menggunakan nama orang. Dugaan ini muncul setelah penyidik komisi antirasuah memeriksa seorang saksi bernama Alder Muharry.

Alder diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan, Maluku, tahun 2011 sampai 2016. Pemeriksaan ini dilakukan pada Senin, 7 Maret kemarin.

"Tim penyidik telah selesai memeriksa saksi untuk tersangka TSS dkk," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 8 Maret.

Dari pemeriksaan itu, ada sejumlah hal yang didapati oleh penyidik termasuk tentang pembelian kendaraan oleh Tagop dengan nama orang lain.

"Alder Muharry, wiraswasta, yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan adanya pembelian kendaraan oleh Tsk TSS dengan menggunakan identitas pihak lain," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK sebelumnya telah menetapkan Tagop bersama tiga orang lainya sebagai tersangka dugaan suap, gratifikasi, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan, Maluku tahun 2011-2016.

Sebagai penerima, yaitu Tagop Sudarsono Soulisa (TSS) dan Johny Rynhard Kasman (JRK) dari pihak swasta. Sementara sebagai pemberi, yakni Ivana Kwelju (IK) dari pihak swasta.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Tagop yang menjabat Bupati Buru Selatan periode 2011-2016 dan 2016-2021 diduga sejak awal menjabat telah memberikan atensi lebih untuk berbagai proyek pada Dinas PUPR Kabupaten Buru Selatan di antaranya dengan mengundang secara khusus kepala dinas dan kabid bina marga untuk mengetahui daftar dan nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek.

Tagop selanjutnya merekomendasi dan menentukan secara sepihak pihak rekanan mana saja yang bisa dimenangkan untuk mengerjakan proyek baik yang melalui proses lelang maupun penunjukan langsung.

KPK menduga dari penentuan para rekanan itu, Tagop meminta sejumlah uang dalam bentuk fee dengan nilai 7 sampai dengan 10 persen dari nilai kontrak pekerjaan, khusus untuk proyek yang sumber dananya dari Dana Alokasi Khusus (DAK) ditentukan besaran fee masih di antara 7 sampai dengan 10 persen ditambah 8 persen dari nilai kontrak pekerjaan.

Adapun proyek-proyek tersebut, yaitu pembangunan jalan dalam kota Namrole tahun 2015 dengan nilai proyek sebesar Rp3,1 miliar, peningkatan jalan dalam kota Namrole (hotmix) dengan nilai proyek Rp14,2 miliar, peningkatan jalan ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) dengan nilai proyek Rp14,2 miliar, dan peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp21,4 miliar.

Atas penerimaan sejumlah fee tersebut, Togop diduga menggunakan orang kepercayaannya, yaitu Johny untuk menerima sejumlah uang menggunakan rekening bank miliknya dan untuk berikutnya ditransfer ke rekening bank milik Tagop.

KPK menduga nilai fee yang diterima oleh Tagop sekitar Rp10 miliar yang di antaranya diberikan oleh Ivana karena dipilih untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan yang anggarannya bersumber dari dana DAK Tahun 2015.

Tak sampai di situ, Tagop juga diduga menggunakan uang Rp10 miliar untuk membeli sejumlah aset dengan menggunakan nama pihak-pihak lain dengan maksud untuk menyamarkan asal usul uang yang diterima dari para rekanan kontraktor.