JAKARTA - Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan atau tentang Serangan Umum 1 Maret, menuai kontroversi karena tak ada nama Soeharto yang kalah itu masih berpangkat Letkol Soeharto. Politis Fadli Zon mengkritik Mahfud MD soal Kepres ini. Namun Menko Polhukam itu punya argumentasi sendiri.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD menjawab pernyataan Fadli Zon yang mengkoreksi dirinya terkait dengan nama Presiden kedua RI Soeharto yang tak dicantumkan di dalam Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan.
Menurut Mahfud MD, penentu kebenaran sejarah bukan Fadli Zon melainkan sejarawan dan forum akademik. "Itu ada penjelasan dari sejawan UGM yang membenarkan Kepres 2/2022 yang tak memasukkan nama Soeharto di dalam Kepres. Dibaca saja agar bacaan sejarahnya komprehensif," jelas Mahfud melalui keterangan resminya pada 4 Maret seperti yang dilansir Era.id.
"Meski begitu suara Fadli Zon tetap harus didengar oleh rakyat agar sama-sama," tambah Mahfud.
Sebelumnya, Politisi Gerindra sekaligus legislator DPR RI Komisi I, Fadli Zon, menegur Menko Polhukam Mahfud Md dengan keras di Twitter.
Fadli menganggap Mahfud telah membelokkan sejarah peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.
"Keliru Pak @mohmahfudmd. Dalam Serangan Umum 1 Maret 1949, Sukarno dan Hatta masih dalam tawanan di Menumbing," kata Fadli Zon lewat akun Twitter-nya menanggapi cuitan Mahfud, Kamis 3 Maret.
Fadli menambahkan, tak ada gagasan Soekarno dan Hatta dalam Serangan Umum 1 Maret 1949, sehingga Mahfud disebutnya keliru.
"Pemerintahan dipimpin PDRI (Pemerintah Darurat RI) di bawah Sjafroeddin Prawiranegara. Tak ada gagasan dari Sukarno dan Hatta dalam peristiwa ini. Jangan belokkan sejarah!" tulis Fadli Zon dalam akun twitternya.
Mahfud lantas menanggapi, menurut dia Keputusan Presiden RI 2/2022 soal Penegakan Kedaulatan Negara, tidaklah menghilangkan nama Soeharto dari sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949.
"Keppres tersebut bukan buku sejarah, tapi penetapan atas 1 titik krusial sejarah. Kepres tersebut tidak menghilangkan nama Soeharto dan lain-lain dalam SU 1 Maret 1949," kata Mahfud dari akun Twitternya @mohmahfudmd, Kamis 3 Maret.
Adapun kata Mahfud, peran Pak Harto dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, tetap tercantum pada naskah akademik keppres. "Nama dan peran Soeharto disebutkan di naskah akademik keppres yang sumbernya komprehensif," ucapnya.
Mahfud menegaskan kembali bahwa Pak Harto, Nasution, dan yang lainnya tetap tercantum dalam naskah akademik meski tidak dalam Keppres SU 1 Maret 1949.
Sama halnya dengan naskah proklamasi 1945 yang tercantum hanya nama Soekarno-Hatta, sedangkan masih banyak pendiri bangsa lainnya yang tidak dimuat dalam naskah tersebut.
"Sama dengan naskah Proklamasi 1945. Hanya menyebut Soekarno-Hatta dari puluhan founding parents lainnya," kata Mahfud.
BACA JUGA:
Dalam konsiderans, lanjut dia, memang telah dituliskan beberapa nama yang dinyatakan sebagai penggerak dan penggagas. "Di dalam konsiderans ditulis nama HB IX, Soekarno, Hatta, dan Sudirman, sebagai penggagas dan penggerak," tutur Mahfud.
Merespons pernyataan Mahfud MD itu, Fadli Zon lalu menjawab. Tak hanya itu dia juga memention akun Presiden Jokowi. "Sy sdh baca Keppres No 2/2022 ttg Hari Penegakan Kedaulatan Negara, sebaiknya segera direvisi. Data sejarah byk salah. Selain menghilangkan peran Letkol Soeharto sbg Komandan lapangan, juga hilangkan peran Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI). Fatal. @jokowi @mohmahfudmd."