Komnas HAM: Kerangkeng Manusia di Rumah Terbit Rencana Ada Sejak 2010 untuk Bina Ormas
Analisis Pelanggaran HAM Yasdad Al Farisi/tangkapan layar

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut keberadaan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin sudah ada sejak 2010 lalu. Tempat ini awalnya diniatkan untuk pembinaan organisasi masyarakat (ormas).

Hanya saja, tempat ini akhirnya tak hanya jadi tempat pembinaan ormas tapi juga ditujukan untuk masyarakat sekitar. Sehingga, tempat ini akhirnya menjadi dua ruang kerangkeng.

Hal ini disampaikan oleh Analisis Pelanggaran HAM Yasdad Al Farisi dalam konferensi pers 'Catatan Kekerasan Kerangkeng Manusia di Kediaman Bupati Langkat Nonaktif' yang ditayangkan di YouTube Humas Komnas HAM RI, Rabu, 2 Maret.

"Kerangkeng atau rehab, atau tempat pembinaan ini sudah dibuat sejak 2010 oleh saudara Terbit Rencana Perangin Angin dan awalnya diniatkan untuk pembinaan anggota ormas di daerah kediaman Terbit Rencana," kata Yasad.

"Namun, perkembangannya tidak hanya untuk anggota saja, tapi untuk masyarakat umum. Awalnya, hanya ada satu kerangkeng lalu dibongkar dan dibuat baru dua kerangkeng di bawah," imbuhnya.

Yasad merinci kerangkeng ini diisi 57 orang. Rinciannya 30 penghuni berada di kerangkeng pertama dan sisanya berada di kerangkeng kedua.

"Di dalam kerangkeng ini punya struktur berupa pembina, kepala lapas, kepala kamar, besker atau bebas kerangkeng, dan pengawas atau keamanan," jelasnya.

Meski begitu, tidak pernah ada pengajuan izin yang dilakukan oleh Terbit terhadap tempat tersebut. Namun, Komnas HAM mengungkap Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota (BNNK) sebenarnya pernah melakukan pemetaan sehingga keberadaan kerangkeng manusia ini diketahui. Tapi, mereka tak bisa mengakses tempat itu karena kesulitan. 

"Tidak terdapat izin melakukan rehabilitasi walaupun sudah pernah dilakukan pemetaan oleh BNNK Langkat pada 2016. Sejumlah instansi serta jajaran pemerintah mengetahui keberadaan kerangkeng manusia ini," ujar Yasad.

"Tapi ada pengakuan dari BNNK mereka kesulitan mengakses ke dalam kerangkeng," tambahnya. 

Yasad menjelaskan ada beberapa latar belakang mengapa masyarakat sekitar memasukkan keluarganya ke kerangkeng itu untuk direhabilitasi. Salah satunya adalah faktor ekonomi hingga mereka tak punya pilihan lain.

"Ada beberapa latar belakang keluarga memasukkan anggotanya ke dalam tempat rehab antara lain ekonomi lemah, keputusasaan keluarga, ancaman, mengalami ancaman, dan adanya tindak kekerasan. Keluarga korban tidak punya pilihan untuk melakukan rehabilitasi di tempat lain," ujarnya.

Untuk masuk ke tempat ini, ada sejumlah dokumen yang diperlukan yaitu berupa saran atau rekomendasi dari pihak lain. "Antara lain polsek, struktur pemerintah desa, serta ormas setempat," pungkas Yasad.