Bagikan:

JAKARTA - Ahli epidemiologi Universitas Andalas Defriman Djafri mengatakan infodemik seputar COVID-19 masih menjadi tantangan usai dua tahun pandemi COVID-19 dalam upaya pengendalian COVID-19 di Tanah Air.

"Tantangan yang lain adalah memang kita dihadapkan masalah infodemik yang tidak benar yang diterima masyarakat, ini juga merusak tatanan dalam upaya pengendalian, tidak hanya protokol kesehatan, vaksin, dan lain sebagainya," kata Defriman di Jakarta, Rabu 2 Maret.

Infodemik membuat masyarakat menjadi tidak percaya pada pandemi, dan ujungnya tidak percaya pada upaya pemerintah dalam menangani COVID-19.

Infodemik bisa mempengaruhi penilaian dan pemikiran warga bahwa apapun yang dilakukan pemerintah dianggap salah. Yang dikhawatirkan adalah masyarakat lebih mempercayai hal itu, dan itu menjadi suatu konspirasi dibandingkan kondisi yang benar sesuai konteks ilmiah.

Untuk itu, menurut dia, pemerintah perlu terus meningkatkan pemberian informasi benar dan mengedukasi masyarakat terkait kondisi terkini penanganan dan pengendalian COVID-19 serta membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Sebelumnya, Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dr Yodi Mahendradhata mengatakan berita hoaks, disinformasi, misinformasi, pseudosains, dan teori konspirasi masih menjadi hambatan ke depan dalam pengendalian pandemi.

Infodemik semacam itu menyebabkan sulitnya implementasi upaya-upaya pengendalian pandemi termasuk di kasus pandemi COVID-19, karena masyarakat bisa terpengaruh, dan menjadi tidak percaya.

"Karena upaya-upaya kita berhadapan dengan pemahaman-pemahaman yang berbasis pada disinformasi, misinformasi, pseudosains, yang itu memang mungkin masyarakat susah untuk memilah-milah mana yang sebenarnya benar," ujar Yodi dalam diskusi virtual di Jakarta, Februari lalu.