Kepala BIN Bilang Desain IKN Nusantara Siap Hadapi Pandemi, Bagaimana Konsepnya?
Presiden Joko Widodo saat berkemah di Ibu Kota Negara (Foto: BPMI Setpres/Laily Rachev)

Bagikan:

JAKARTA - Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan menjelaskan kalau Ibu Kota Negara (IKN) didesain untuk siap menghadapi pandemi jika kemungkinan terjadi di masa mendatang.

"Desain IKN Nusantara juga mengambil berbagai pelajaran dari pandemi COVID-19. Kota yang tidak saja hijau, sehat, dan berteknologi tinggi, tapi sekaligus siap menghadapi pandemi," kata Budi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat 25 Maret dilansir dari Antara.

Menurut Budi, bila segelintir orang memandang IKN belum saatnya dibangun karena sedang pandemi, tetapi justru inilah saatnya Indonesia membangun IKN sebagai contoh kota yang tangguh menghadapi pandemi.

Kata dia, dalam dua tahun terakhir, berbagai literatur tentang pandemic resilient cities banyak dipublikasikan. Penelitian itu dipandang sebagai salah satu tantangan masa depan dunia.

Budi menjelaskan desain kota yang tangguh terhadap bencana dan wabah akan melengkapi sistem ketahanan nasional dalam bidang kesehatan.

Selain itu, pembangunan dan pengembangan kemandirian produksi vaksin, obat-obatan, dan peralatan serta memperkuat surveillances system, forecasting & analytics sebagai bagian dari pengembangan medical intelligence.

"Kemampuan sebuah bangsa untuk survive ditentukan oleh kemampuannya mengambil pelajaran dari setiap tragedi. Apakah kita akan mengabaikan begitu saja COVID-19, padahal telah tercatat sebagai peristiwa yang paling mengubah dunia secara merata sejauh ini," kata Budi menegaskan.

Pemerintah terus memperlonggar restriksi sosial, termasuk mencabut larangan mudik untuk lebaran tahun 2022, karantina bagi pendatang luar negeri juga sudah dihilangkan. Indonesia mengikuti langkah banyak negara, memilih hidup berdampingan dengan virus corona.

"Indonesia menjalankan skenario menuju transisi pandemi menjadi endemi, alias hidup normal baru," ujar Budi.

Budi menjelaskan hidup di era normal-baru berarti mengadopsi praktik mitigasi resiko penyebaran virus sebagai kebiasaan atau etika sosial baru. Rutin vaksin, memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, harus dipandang sebagai wujud tenggang rasa dan tanggungjawab sosial menjaga diri dan orang lain dari paparan virus.

“Pertama, endemi yang tidak termitigasi bisa kembali berubah menjadi pandemi. Kedua, kajian para pakar menyimpulkan, COVID-19 tidak akan menjadi pandemi. Terakhir, gaya hidup manusia, cara mereka memperlakukan alam, serta dampak perubahan iklim yang semakin terasa, sangat rentan memicu munculnya virus atau biopatogen lain yang sewaktu-waktu bisa merebak menjadi pandemi berikutnya,” beber dia.