Rusia Akui Kemerdekaan Donetsk dan Lugansk, Menlu Blinken Batalkan Pertemuan dengan Menlu Lavrov
Ilustrasi pertemuan Menlu AS Antony Blinken bersama Menlu Rusia Sergei Lavrov. (Wikimedia Commons/U.S. Department of State)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken mengatakan pada hari Selasa, dia telah membatalkan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov yang direncanakan pada Hari Kamis, setelah pengakuan Moskow atas dua wilayah separatis di Ukraina sebagai entitas independen.

Sebelumnya, Menlu Blinken mengatakan dia telah setuju untuk bertemu dengan kolega Rusianya, Menlu Lavrov, hanya jika Rusia tidak menginvasi Ukraina.

"Sekarang kita melihat invasi dimulai dan Rusia telah memperjelas penolakannya terhadap diplomasi, tidak masuk akal untuk melanjutkan pertemuan itu saat ini," kata Blinken kepada wartawan setelah pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba di Washington, melansir Reuters 23 Februari.

Lebih jauh Menlu Blinken mengatakan, dia masih berkomitmen untuk diplomasi 'jika pendekatan Moskow berubah' dan akan melakukan apa pun yang dia bisa 'untuk mencegah skenario kasus yang lebih buruk, serangan habis-habisan di seluruh Ukraina, termasuk ibu kotanya.'

"Tapi kami tidak akan membiarkan Rusia mengklaim kepura-puraan diplomasi, pada saat yang sama mempercepat perjalanannya di jalur konflik dan perang," tambahnya.

Diketahui, negara-negara Barat memberlakukan sanksi baru terhadap Rusia pada Hari Selasa, setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengakui wilayah Donetsk dan Lugansk yang memisahkan diri pada Hari Senin, memerintahkan pasukan Rusia ke Ukraina timur untuk 'menjaga perdamaian'. Washington telah menolak pembenaran untuk mengerahkan pasukan sebagai "omong kosong."

Washington telah berkonsultasi dengan sekutu mengenai keputusan untuk membatalkan pembicaraan, yang dijadwalkan berlangsung di Eropa, sebelum memberi tahu Menlu Lavrov dalam sebuah surat pada hari Selasa, kata Menlu Blinken.

Menlu Blinken mengatakan, pidato Presiden Putin yang mengumumkan langkah itu 'sangat mengganggu' dan menunjukkan kepada dunia, Presiden Putin memandang Ukraina sebagai bawahan Rusia.