Usut Dugaan Korupsi Bantuan Pangan Nontunai, Kejari Mukomuko Periksa 65 Saksi Termasuk Pengguna Anggaran BPNT Kemensos
Kepala Kejaksaan Negeri Mukomuko Rudi Iskandar (ANTARA)

Bagikan:

BENGKULU - Kejaksaan Negeri (Kejari) Mukomuko, Provinsi Bengkulu telah memeriksa sebanyak 65 orang saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi anggaran bantuan pangan nontunai (BPNT) Tahun Anggaran 2019-2021.

"Dalam penyidikan kasus bansos BPNT, kami sudah memeriksa 65 orang saksi dan sudah menyita dokumen yang dianggap penting untuk pembuktian," kata Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Mukomuko, Andi Setiawan dalam keterangan di Mukomuko, Antara, Selasa, 15 Februari.

Kejari Mukomuko akan memeriksa lagi beberapa saksi, antara lain pengguna anggaran BPNT di Kementerian Sosial.

Dalam mengusut kasus ini, Kejari Mukomuko juga akan berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait kerugian negara yang diakibatkan oleh dugaan korupsi anggaran BPNT tersebut.

Penetapan tersangka dalam kasus tersebut, lanjutnya, akan ditentukan setelah penghitungan kerugian negara akibat dugaan korupsi tersebut selesai dilakukan.

Kejari Mukomuko mengusut dugaan korupsi penyaluran BPNT dalam kurun waktu dua tahun, mulai September 2019 hingga September 2021, dengan nominal yang disalurkan mencapai Rp40 miliar.

Pada penyaluran BPNT selama dua tahun tersebut, Kejari Mukomuko menduga ada permainan beberapa pihak yang memiliki wewenang untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Pihak yang berkaitan dengan Bansos BPNT tersebut diduga berperan sebagai pemasok barang-barang kebutuhan ke e-warung; kemudian barang-barang seperti beras, telur dan lainnya itu disalurkan ke penerima Bansos BPNT di Mukomuko.

Dalam Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 20 Tahun 2019 pada Pasal 39 ayat (1) disebutkan pendamping sosial dilarang membentuk e-warung, menjadi pemasok barang dan menerima imbalan, baik uang atau barang, berkaitan dengan penyaluran BPNT

Sementara pada perkara itu, katanya, ada indikasi terjadi permainan yang melanggar Permensos tersebut. "Kerugian negara muncul dari keuntungan para pihak dari aktivitas memasok barang untuk keperluan BPNT, yang sebenarnya mereka itu dilarang melakukan aktivitas memasok barang tersebut," ujarnya.