Perempuan Punya Peranan Vital dalam Pengaruhi Kebijakan Publik
Koordinator Maju Perempuan Indonesia (MPI) Lena Maryana Mukti/Foto: Antara

Bagikan:

JAKARTA - Koordinator Maju Perempuan Indonesia (MPI) Lena Maryana Mukti mengatakan perempuan mempunyai suara vital atau sangat penting untuk mewujudkan kebijakan publik yang prorakyat melalui keterwakilan perempuan di ranah politik.

"Sesungguhnya, perempuan itu memiliki suara yang vital dalam rangka memengaruhi kebijakan para pejabat publik. MPI mengusulkan representasi perempuan minimal 30 persen di politik, karena itu adalah angka kritis yang harus dipenuhi untuk mewujudkan dan membentuk kebijakan yang pro rakyat," kata Lena saat menjadi narasumber dalam web seminar bertajuk “Memastikan Demokrasi Berkualitas Melalui Representasi Perempuan di Politik”, seperti dipantau dari Jakarta, Senin 14 Februari.

Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBPP) RI untuk Kuwait itu juga mengatakan suara perempuan penting dilibatkan dalam membuat kebijakan publik prorakyat.

Wanita yang menjabat sebagai Duber RI untuk Kuwait ini menilai, keberadaan perempuan dekat dengan berbagai sendi kehidupan, seperti pertumbuhan anak, keluarga, dan beberapa hal lain di suatu negara, sehingga mereka menjadi lebih peka serta memahami kebijakan yang memang dibutuhkan rakyat.

Selanjutnya, menurut Lena, ketika kebijakan publik justru bersifat tidak prorakyat, baik di bidang pendidikan, kesehatan, maupun ekonomi, yang pertama kali menderita adalah kaum perempuan sebagai pihak yang banyak berhubungan dengan berbagai sendi kehidupan itu.

"Kalau semua buruk, tanpa memerhatikan kepentingan rakyat, tanpa pro kepada rakyat, maka yang paling menderita adalah perempuan. Jika setiap perempuan menderita, maka suatu negara bisa runtuh. Sebaliknya, negara ini akan kuat jika perempuan di dalamnya juga kuat, cerdas, dan diikutsertakan dalam pengambilan keputusan," ujar Lena.

Di samping itu, dia pun memandang ketiadaan suara perempuan dalam memengaruhi kebijakan publik juga akan berpotensi mengakibatkan pelaksanaan demokrasi di Indonesia menjadi tidak utuh, karena belum mampu mewakili seluruh elemen masyarakat.