Disindir Ngabalin Buka Mata dan Hati, YLBHI: Kami Menilai Kasus Wadas Secara Utuh
ILUSTRASI/Mahasiwa yang tergabung dalam Aliansi Semarak Banyumas berunjuk rasa di depan gerbang kompleks Sekretariat Daerah Banyumas dan DPRD Kabupaten Banyumas, Purwokerto, Banyumas, Jumat (11/2/2022). ANTARA/Sumarwoto

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) M Isnur menanggapi sindiran Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin yang meminta pihaknya untuk membuka mata dan hatinya dalam menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo. 

Isnur menegaskan, YLBHI bersama LBH Yogyakarta sudah lama melakukan pendampingan terhadap warga Desa Wadas , Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah. Dengan dasar itu, pihaknya bisa melihat kasus Wadas secara utuh.

"Justru karena YLBHI-LBH Yogyakarta yang mendampingi selama ini, jadi kami bisa menilai secara utuh," ujar Isnur saat dikonfirmasi, Senin, 14 Februari.

Bahkan kata Isnur, Staf KSP juga melalui YLBHI untuk melihat peristiwa di Wadas. "Kan kemarin Staf KSP masuk ke sana setelah sekian hari kejadian kontaknya lewat kami dan kami izinkan," ungkapnya.

Meski ada peran penting Bupati Purworejo dalam polemik kasus di Desa Wadas, menurut YLBHI, pemerintah pusat tidak bisa berpangku tangan. 

"Semua harus dimintai pertanggungjawaban sesuai peran masing-masing. Karena pemenuhan, penghormatan, dan penegakkan HAM adalah tanggung jawab negara dan khususnya pemerintah," katanya.

"Yang jelas Pak Jokowi sebagai kepala pemerintahan adalah yang paling bertanggung jawab terhadap HAM sesuai konstitusi," tambah Isnur.

Sebelumnya, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin, buka suara soal postingan sebuah gambar yang memuat foto Presiden RI Joko Widodo dengan Presiden Soeharto saling beririsan di akun Instagram Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). 

Ia menilai postingan YLBHI yang melihat dalam kasus Wadas dan menyejajarkan Presiden Soeharto dengan Presiden Jokowi sebagai sikap yang sangat tendensius.

Ngabalin meminta, YLBHI untuk membuka mata dan hatinya dalam menilai pemerintahan Presiden RI Joko Widodo. Menurutnya, yayasan ini harus terjun langsung ke lapangan guna mengetahui fakta yang terjadi.

"Kalau Yayasan itu betul untuk nirlaba dan memperjuangkan kepentingan masyarakat mereka harus turun, supaya mereka tahu," ujar Ngabalin kepada wartawan, Senin, 14 Februari. 

Ngabalin lantas mempertanyakan apakah YLBHI sudah memberikan penilaian pada masa pemerintahan Soeharto sebagai pembanding.

"Seluruhnya jelek atau tidak adakah secuil kebaikan yang Pak Harto lakukan? Atau suruh buka mata dan hatinya menilai kinerja pemerintahan yang dipimpin Presiden Jokowi," tegas Ngabalin.

Menurut Ngabalin, seharusnya YLBHI dan pihak terkait yang mendiskreditkan Presiden Jokowi bisa lebih objektif dan jernih dalam berpikir dan menarasikan pemerintahan. Apakah memang Pemerintahan Jokowi memiliki kesamaan dengan pemerintahan Orde Baru di era Presiden Soeharto. Utamanya menyikapi insiden di Wadas, Purworejo, Jawa Tengah.

"Kalau kasus Wadas dia sejajarkan Jokowi dengan Soeharto, dua hal boleh jadi mereka tidak tahu dan tidak sampai ke lapangan. Karena per hari ini KSP itu tim yang dibentuk Pak Moeldoko itu masih ada di lapangan. Sehingga dia mesti tahu persis apa yang terjadi di lapangan. Agar Yayasan ini jangan sampai menjadi sumber fitnah!," kata Ngabalin.

Dalam kasus Wadas di Kabupaten Purworejo, Ngabalin menilai, pentingnya peran pemerintah daerah dalam hal ini Bupati Purworejo yang berada di daerahnya dan paling bertanggung jawab terkait kasus Wadas.

"Kalau kasus Wadas dia menyejajarkan Jokowi dan Pak Harto, tanyain dong dia musti cari tahu siapa Bupatinya di sana, di Purworejo itu siapa. Masak sih Bupatinya tidak bisa berfungsi untuk menangani masalah itu. Sedangkan Bupati itu mempunyai otoritas tertinggi di sana," ujar Ngabalin.