Bagikan:

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjegal langkah eks pegawainya, Novel Baswedan dkk untuk kembali ke lembaga itu. 

Hal ini disampaikan oleh peneliti ICW Kurnia Ramadhana menanggapi terbitnya Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2022.

Dalam aturan yang diteken oleh Ketua KPK Firli Bahuri itu, pegawai yang pernah diberhentikan dengan hormat tapi bukan atas permintaannya tak bisa menjadi pegawai KPK.

"ICW menduga Pasal 11 ayat (1) huruf b Perkom 1 Tahun 2022 memang sengaja diselundupkan oleh para Pimpinan KPK untuk menjegal eks Pegawai KPK yang diberhentikan melalui TWK kembali bekerja di lembaga antirasuah tersebut," kata Kurnia dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 11 Februari.

Menurut dia, Novel Baswedan bersama puluhan mantan pegawai komisi antirasuah masih bisa kembali KPK jika aturan itu diubah. Tapi, hal tersebut diilai sulit terjadi selama Firli masih menjabat sebagai Ketua KPK.

"Jalan satu-satunya untuk mengembalikan eks Pegawai KPK bisa bekerja kembali di lembaga antirasuah tersebut hanya dengan merevisi Perkom Nomor 1 Tahun 2022," tegas Kurnia.

"Namun, itu akan sulit terealisasi jika Firli Bahuri masih memimpin KPK. Maka dari itu, tahun 2023 nanti, pelanggar etik itu sebaiknya tidak lagi diberikan kesempatan untuk mendaftar sebagai calon Pimpinan KPK," imbuh pegiat antikorupsi itu.

Diberitakan sebelumnya, KPK mengatur soal kepegawaiannya lewat Perkom Nomor 1 Tahun 2022. Dalam Pasal 3 Ayat 1 Perkom Nomor 1 Tahun 2022 disebutkan Pegawai Komisi terdiri dari Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPK).

Sementara pada Ayat 2 disebutkan KPK bisa meminta dan menerima penugasan dari PNS lembaga lain atau anggota Polri. Namun, mereka tak bisa sembarangan masuk begitu saja. PNS maupun anggota Polri harus mengikuti seleksi lebih dulu.

Hal ini diatur pada Pasal 11 yang berbunyi sebagai berikut:

Dalam upaya memenuhi kualifikasi persyaratan jabatan, PNS dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaiamana yang dimaksud pada Pasal 3 ayat (2) wajib mengikuti seleksi dengan syarat:

  1. Tidak sedang dalam proses pemeriksaan dan tidak sedang menjalani hukuman disiplin dan/atau etik dalam jangka waktu (satu) tahun terakhir.
  2. Tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai PNS, prajurit Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, pegawai Komisi atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta.
  3. Mendapat ijin dari pimpinan instansi induk, dan
  4. Dinyatakan lulus seleksi.

Ada pun seleksi dimaksud pada pasal tersebut terdiri dari dua bagian yaitu tahap seleksi administrasi dan tahap seleksi kompetensi.

"Meliputi karakteristik pribadi, intelegensia umum, dan wawasan kebangsaan," demikian dikutip dari aturan tersebut.

Aturan ini kemudian dianggap menjegal Novel Baswedan dkk yang kerap menyatakan ingin kembali bertugas di komisi antirasuah. Namun, anggapan ini dibantah oleh Sekjen KPK Cahya H. Harefa.

Dia mengatakan tak ada maksud untuk menjegal siapa pun yang ingin menjadi pegawai KPK. "Tidak ada maksud sama sekali untuk mencegah secara inkonstitusional pihak-pihak tertentu bergabung menjadi pegawai ASN KPK," kata Cahya kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya.

Cahya menjelaskan perkom tersebut dibuat untuk memperbarui aturan yang sudah tak relevan. Apalagi, saat ini status pegawai KPK beralih menjadi ASN sesuai mandat UU Nomor 19 Tahun 2019.

Ada pun aturan yang jadi rujukan pembuatan perkom tersebut yaitu UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, PP Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, serta PP Nomor 49 tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).