JAKARTA - Persatuan Nasional Karen (KNU) mengeluarkan ultimatum tegas, meminta staf administrasi yang ditunjuk junta, anggota Pasukan Penjaga Perbatasan (BGF) yang bersekutu dengan militer dan keluarga mereka untuk meninggalkan wilayah yang dikelola KNU, kata juru bicara organisasi tersebut.
"Untuk menjatuhkan mekanisme pemerintahan militer dan mengurangi kendali mereka atas negara, kita juga harus mewaspadai kolaborator mereka," kata juru bicara Padoh Saw Taw Nee kepada Myanmar Now, seperti dikutip 11 Februari.
Dia menggambarkan perintah tersebut, yang dikeluarkan oleh otoritas Karen di Brigade 1, Distrik Thaton, Negara Bagian Mon pada Hari Senin dan Brigade 5 di Distrik Mutraw (Hpapun), Negara Bagian Karen pada tanggal 29 Januari, sejalan dengan kebijakan komite pusat KNU.
Warga sipil di daerah ini juga telah diperingatkan oleh KNU untuk tidak terlibat atau berkolaborasi dengan pasukan junta.
BGF Karen menjawab dewan militer dan telah melakukan serangan terhadap Tentara Pembebasan Nasional Karen (KNLA)—sayap bersenjata KNU, bersama pasukan rezim militer Myanmar.
Dalam pengumuman KNU yang dikeluarkan di Brigade 1, anggota keluarga pasukan BGF diperintahkan untuk meninggalkan markas mereka di Hpa-an, Negara Bagian Karen. Sementara, anggota pasukan itu sendiri diminta untuk meninggalkan kelompok dan mengakhiri kerjasama mereka dengan junta.
Pun demikian dengan staf administrasi dewan militer di ibukota Negara Bagian Karen, juga diminta untuk meninggalkan pos mereka.
Kamis adalah batas waktu yang diberikan KNU bagi staf beberapa departemen junta di Mutraw untuk meninggalkan pos mereka, atau menghadapi tindakan pasukan Karen.
Mengutip seorang perwira taktis Brigade 5, kantor berita Karen KIC melaporkan lebih dari 100 anggota staf yang bekerja untuk mekanisme administrasi militer di Mutraw, meliputi kementerian pendidikan, pertanian dan peternakan, serta di kehakiman dan kantor audit—telah mengundurkan diri dari pekerjaan mereka sebelum tenggat waktu.
Laporan tersebut menyatakan, KNU telah membantu para staf dengan keberangkatan mereka.
KNU telah menyatakan, posisi dan tugas yang kosong akan diisi oleh struktur pemerintahan etnis mereka sendiri yang ada di 14 departemen utama, termasuk pertahanan, pendidikan dan kesehatan.
"Organisasi di lapangan yang berada di bawah kendali kami mencoba melakukan apa yang mereka bisa untuk saat ini," terang Padoh Saw Taw Nee tentang administrasi daerah saat ini.
KNU menentang kudeta militer tahun lalu dan telah memerangi junta sejak saat itu, serta tentara Myanmar secara luas selama lebih dari tujuh dekade.
Organisasi tersebut menandatangani Perjanjian Gencatan Senjata Nasional dengan militer dan pemerintah sebelumnya pada tahun 2015, tetapi sejak itu menyatakan "sudah waktunya untuk mengucapkan selamat tinggal" pada perjanjian tersebut, karena pelanggaran militer Myanmar yang berulang dan disengaja.
Pada Bulan Juni tahun lalu, organisasi bersenjata Karen termasuk KNU/KNLA, Tentara Demokratik Karen Buddha (DKBA), Dewan Perdamaian KNU/KNLA dan BGF bertemu di komando pusat KNU untuk mencoba mencegah konflik lebih lanjut dan perpecahan antara kelompok. Namun, BGF memilih terus berjuang di pihak junta.
BACA JUGA:
Untuk diketahui, KNU secara terbuka menolak undangan junta ke semua organisasi etnis bersenjata pada Hari Minggu untuk melakukan 'pembicaraan damai' dengan militer, dengan alasan kurangnya kepercayaan pada angkatan bersenjata di tengah berlanjutnya serangan udara dan darat di wilayah Karen. Mereka juga menolak undangan serupa yang dikirim pada 1 Januari.
Sementara, KIC melaporkan DKBA dan KNU/KNLA-Dewan Perdamaian akan menghadiri pertemuan mendatang dengan militer. Myanmar Now tidak bisa memverifikasi secara independen kabar ini.
Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus menyatukan situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.