Bagikan:

JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengatakan Polda Sumatera Utara akan menaikkan status kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin ke penyidikan. 

Peningkatan dilakukan karena setiap data yang ditemukan oleh Komnas HAM disampaikan kepada pihak kepolisian.

Selain itu, Komnas HAM juga sudah melakukan pertemuan dengan Kapolda Sumut dan jajarannya untuk membahas temuan mereka. Pertemuan tersebut dilakukan pada Sabtu, 5 Februari kemarin.

"Ketika ada informasi solid kami dapatkan, kami langsung memberikan rekomendasi kepada Kapolda. Jadi kami ketemu Kapolda, jajarannya langsung sharing data Sabtu kemarin," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 7 Februari.

"Dan ditindaklanjuti langsung semoga minggu ini naik penyidikan. Kami monitoring itu, Polda sudah ketemu siapa karena saksi sama korban juga saling kontak," imbuhnya.

Komnas HAM juga memastikan seluruh temuannya adalah fakta yang valid dan tidak mudah dipatahkan. Masyarakat diminta sabar dan tidak mendesak terkait pengusutan temuan kerangkeng manusia itu.

Apalagi, saat ini masih ada tim yang berjalan di sejumlah tempat. Termasuk di Langkat dan Binjai.

"Tim kami sedang berjalan, bekerja. Ada di Langkat, Binjai, dan Medan. Masih ada tim bekerja di sana," tegas Anam.

Diberitakan sebelumnya, keberadaan kerangkeng manusia yang diduga sebagai bentuk perbudakan di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin terungkap setelah KPK datang ke sana untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT).

Alih-alih menemukan Terbit, tim KPK justru menemukan sejumlah orang yang terkurung di sebuah kerangkeng besi. Saat itu mereka mengaku sebagai pekerja sawit di lahan milik Terbit Rencana Perangin Angin .

Selanjutnya, temuan ini dilaporkan oleh Migrant Care ke Komnas HAM. Dalam laporannya, mereka menyebut para penghuni kerangkeng manusia mendapatkan perilaku kejam seperti kekerasan, makan tidak teratur, tidak dibayar saat bekerja di kebun sawit milik Terbit Rencana Perangin Angin dan akses komunikasi dengan orang luar dibatasi.