2 Tersangka Kasus Korupsi e-KTP Ditahan KPK
KPK menahan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan e-KTP tahun anggaran 2011-2013/FOTO: Wardhany Tsa Tsia-VOI 

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan e-KTP tahun anggaran 2011-2013. 

Tersangka yang ditahan yakni mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Isnu Edhy Wijaya dan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP Husni Fahmi.

Keduanya akan ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka pada Agustus 2019 lalu. Isnu dan Husni saat itu jadi tersangka bersama dua orang lainnya yaitu mantan anggota DPR RI 2014-2019, Miryam S Haryani dan Direktur Utama PT Sandipala Arthapura, Paulus Tanos.

"Untuk kepentingan penyidikan, tersangka ISE dan HSF dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 3 Februari.

Lili mengatakan Isnu dan Husni ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur. Penahanan terhadap keduanya dilakukan sejak hari ini, 3 Februari hingga 22 Februari.

Dalam kasus ini, Isnu disebut KPK bersama Andi Agustinus -pihak swasta dan sudah menjadi narapidana dalam kasus korupsi e-KTP- melakukan pertemuan dengan dua pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yaitu Irman dan Sugiharto pada Februari 2011.

Pertemuan ini ditujukan agar salah satu konsorsium yang sudah dibentuk dapat memenangkan proyek tersebut yang kemudian disetujui dan berujung adanya permintaan komitmen fee terhadap anggota DPR RI.

Selanjutnya, sebagai Dirut Perum Percetakan Negara, Isnu saat itu membentuk manaemen dan membagi pekerjaan kepada anggota konsorsium. Dia juga mengusulkan adanya ketentuan tiap pembayaran dari Kemendagri untuk pekerjaan yang dilakukan konsorsium dipotong 2 persen sampai 3 persen dari jumlah pembayaran.

Pemotongan ini, kata Lili, ditujukan untuk kepentingan manajemen bersama. "Padahal di dalam rincian penawaran senilai Rp5,8 triliun tidak ada komponen tersebut dan seharusnya semua pembayaran digunakan untuk kepentingan penyelesaian pekerjaan," ujarnya.

"Pemotongan sebesar 3 persen tersebut pada akhirnya mempengaruhi pelaksanaan pemenuhan prestasi Perum PNRI itu sendiri," imbuh Lili.

Sementara untuk tersangka Husni, KPK menyebut dia sempat menemui beberapa vendor. Padahal, Husni adalah Ketua Tim Teknis juga panitia lelang.

KPK menahan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan paket penerapan e-KTP tahun anggaran 2011-2013/FOTO: Wardhany Tsa Tsia-VOI 

Selain itu, KPK juga menyebut Husni beberapa kali hadir dalam pertemuan yang dilakukan pada Juli 2010 yang membahas tentang uji petik, biometrik, teknologi, dan teknis e-KTP.

"Dalam pertemuan tersebut, HSF diduga ikut mengubah spesifikasi, Rencana Anggaran Biaya, dan seterusnya dengan tujuang mark up. Setelah itu, HSF sering melapor kepada Sugiharto," kata dia.

Akibat perbuatan keduanya, KPK menduga telah terjadi kerugian negara hingga Rp2,3 triliun. Isnu dan Husni disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.