Bagikan:

JAKARTA - Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengatakan upaya melindungi anak di tengah meningkatnya kasus COVID-19 bukan hanya dilakukan lewat pemberian vaksin saja. Menghentikan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen di sekolah juga bisa jadi cara memproteksi mereka.

"Sekali lagi melindungi anak-anak ini adalah dengan cara bukan hanya vaksinasi ya, tapi juga membatas mobilitas, interaksi mereka," kata Dicky saat dihubungi VOI, Kamis, 3 Februari.

"Ketika bicara soal PTM dihentikan, ini kan dihentikan sementara," imbuhnya.

Dicky menilai pemberhentian pelaksanaan PTM juga tidak akan mempengaruhi banyak hal dan justru memberikan manfaat bagi keluarga anak. Sehingga, orang tua harusnya tidak perlu khawatir.

Lagipula, pemberhentian PTM ini harus dilakukan apalagi jika ada siswa yang terpapar COVID-19 varian Omicron. Alasannya, varian ini dapat menimbulkan dampak serius terhadap mereka yang belum memiliki imunitas karena belum divaksin.

Sehingga, pembelajaran jarak jauh secara daring sudah tepat dilakukan sambil menunggu kasus menurun yang diprediksi awal Maret nanti.

"(PTM, red) paling tidak awal Maret bisa saja sudah mulai buka dan ketika ini dilakukan penghentian yang menerima manfaat bukan hanya anak itu dalam artian kesehatannya tapi juga adik-adiknya yang belum divaksin atau ada yang bayi," ungkapnya.

Namun, Dicky mengingatkan pemberlakuan pembelajaran jarak jauh juga harus disertai dengan pelaksanaan bekerja dari rumah atau work from home (WFH). Tujuannya, agar anak-anak tetap aman di rumah.

"Jadi PTM ini enggak bisa berdiri sendiri harus ada WFH mau itu 50 persen, mau 20 persen terserah sesuai dengan konteks setting perkantorannya," tegas Dicky.

Dia meminta pemerintah segera mengambil sikap terkait PTM yang masih berlangsung di tengah peningkatan kasus COVID-19. Jangan sampai, kata Dicky, langkah yang diambil menjadi telat.

"Kalau sudah telat bukan respon public health namanya, bukan preventif tapi jadi kuratif," pungkasnya.