Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap eks Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Mochamad Ardian Noervianto tetap memantau penyerahan uang suap saat menjalani isolasi mandiri.

Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers penahanan Ardian Noervianto yang dilakukan hari ini.

Ardian ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan penerimaan suap pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah untuk Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021.

"Tersangka MAN aktif memantau proses penyerahannya walaupun saat itu sedang melaksanakan isolasi mandiri di antaranya dengan selalu berkomunikasi dengan beberapa orang kepercayaannya yang sebelumnya sudah dikenalkan tersangka LMSA," kata Alexander di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 2 Februari.

Selain Ardian, KPK juga menetapkan tersangka penerima suap lainnya yaitu Kepala Dinas Lingkunga Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur. Sementara sebagai pemberi adalah Bupati Kolaka nonaktif Andi Merya Nur.

Dalam pengurusan dana PEN Daerah tersebut, Ardian meminta kompensasi sebesar 3 persen dari nilai pinjaman. Selanjutnya, keinginan itu dilaksanakan oleh Andi Merya Nur yang mengirimkan uang sebesar Rp2 miliar ke rekening milik Laode M Syukur.

Dari uang tersebut kemudian Ardian menerima Rp1,5 miliar dalam bentuk dolar singapura. Sementara Laode M Syukur menerima uang sebesar Rp500 juta.

Ada pun penerimaan uang tersebut adalah tahap pertama yang dilanjutkan dengan pertemuan lanjutan. Alexander Marwata menyebut, pertemuan itu digelar di salah satu restoran di Jakarta dan dibahas tentang kelanjutan pengawalan pencairan dana PEN Daerah tersebut.

"Selanjutnya, permohonan pinjaman Dana PEN Daerah yang diajukan tersangka AMN disetujui dengan adanya bubuhan paraf tersangka MAN pada draf final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan," ujar Alexander.

Atas perbuatannya, Ardian sebagai tersangka penerima suap bersama Laode M Syukur disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara Andi selaku pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.