JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan eks Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Mochamad Ardian Noervianto. Penahanan dilakukan terkait dugaan suap pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah untuk Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021.
Saat mengumumkan penahanan, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan Ardian tetap memantau pemberian uang suap terhadap dirinya meski sedang menjalani isolasi mandiri. Adapun jumlah uang yang diberikan terhadap bekas pejabat Kemendagri ini berjumlah Rp1,5 miliar dalam bentuk pecahan dolar Singapura.
Uang ini diberikan Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur untuk mengawal dan mendukung proses pengajuan pinjaman dana PEN Daerah sebesar Rp350 miliar.
"Diduga tersangka MAN aktif memantau proses penyerahan walaupun saat itu sedang melaksanakan isolasi mandiri di antaranya dengan selalu berkomunikasi dengan beberapa orang kepercayaannya yang sebelumnya sudah dikenalkan dengan tersangka LMSA," kata Alexander dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 2 Januari.
Alexander kemudian menjelaskan mengapa Andi Merya meminta Ardian untuk mengawal proses pengajuan pinjaman hingga pencairan.
BACA JUGA:
Kata dia, sebagai Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Ardian memang memiliki kewenangan untuk menyusun surat pertimbangan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan pemerintah daerah.
Namun, keinginan Andi tersebut tidak cuma-cuma dilakukan. Penyebabnya, Ardian meminta kompensasi sebesar 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman.
"Diduga ada persyaratan yang diminta oleh tersangka MAN mengenai pemberian uang secara bertahap dimaksud sebagai berikut: 1 persen saat dikeluarkan pertimbangan dari Kemendagri; 1 persen saat keluarnya penilaian awal dari Kemenkeu; dan 1 persen saat ditandatanganinya MoU antara PT SMI dengan Pemkab Kolaka Timur," ujar Alexander.
Permintaan inilah yang kemudian disanggupi oleh Andi hingga pemberian uang dilakukan. Alexander mengatakan pemberian uang sebesar Rp2 miliar sebagai tahapan awal melalui rekening milik Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar yang juga ditetapkan sebagai tersangka penerima.
Bahkan, Laode M Syukur turut menerima uang Rp500 juta dari Rp2 miliar yang diserahkan Andi.
"Setelah penerimaan uang tahap pertama dimaksud kemudian dilakukan pertemuan lanjutan di salah satu restoran di Jakarta yang dihadiri oleh tersangka MAN dan LMSA untuk membahas kelanjutan pengawalan yang dilakukan tersangka MAN dan ditegaskan serta adanya jaminan oleh tersangka MAN bahwa permohonan pinjaman dana PEN telah lengkap," jelasnya.
Atas perbuatannya, Ardian kemudian ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK. Penahanan dilakukan selama 20 hari sejak 2 Februari hingga 21 Februari.
Terkait penahanannya itu, Ardian mengaku siap mengikuti proses hukum yang tengah berjalan.
"Saya hormati proses hukum saja ya," kata Ardian sebelum masuk ke dalam mobil tahanan, Rabu, 2 Februari.
Tak ada hal lain yang dia sampaikan. Ardian memilih langsung masuk ke dalam mobil tahanan yang akan membawanya ke Rutan KPK.
Atas perbuatannya, Ardian sebagai tersangka penerima suap bersama Laode M Syukur disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara Andi selaku pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.