Bagikan:

KABUPATEN BOGOR - Dewan Adat Sunda Langgeng Wisesa (SLW) khawatir ucapan Arteria Dahlan yang mempermasalahkan penggunaan bahasa Sunda oleh seorang pejabat "membunuh" bahasa daerah.

"Bahasa daerah adalah marwah dan jati diri bangsa," ungkap Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi (Infokom) Dewan Adat SLW, Ahmad Fahir di Bogor, Jumat 28 Januari.

Menurutnya, bahasa daerah merupakan marwah sebuah bangsa. Pendiri Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama Institut Pertanian Bogor (KMNU IPB) itu juga menganggap bahasa daerah sebagai napas utama kehidupan bangsa, sebagai warisan kekayaan dan keragaman budaya negeri.

“Indonesia dibangun atas dasar keragaman bahasa dan budaya. Bhinneka tunggal Ika. Memiliki latar belakang budaya, suku dan perbedaan bahasa luar biasa, namun memiliki satu tujuan dan cita-cita, yang menyatukan sebagai Indonesia,” kata Fahir dikutip Antara.

Ia menilai Indonesia bisa berdiri kuat dan kokoh sebagai sebuah bangsa karena keragaman bahasa dan budaya. Pasalnya, di negara-negara lain yang umumnya berbahasa dan budayanya seragam, namun terus menerus dilanda konflik berkepanjangan.

“Di Indonesia keragaman bahasa dan budaya adalah rahmat, karena menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa,” tuturnya.

Fahir menilai pernyataan Arteria Dahlan yang meminta Jaksa Agung memecat Kajati Jawa Barat sangat membahayakan masa depan bahasa daerah, bukan hanya bahasa Sunda, namun bahasa semua daerah di tanah air.

Pasalnya, dengan adanya desakan pemecatan bagi Kajari yang berbahasa Sunda akan membuat para pejabat di daerah lain di Indonesia enggan menggunakan bahasa ibu dalam acara resmi.

Menurutnya, pernyataan Arteria Dahlan tidak hanya menyakiti orang Sunda yang menjadi penutur mayoritas di Jawa Barat, melainkan juga melukai semua pejabat daerah di tanah air yang biasa menggunakan bahasa ibu saat mengikuti kegiatan publik.

“Penggunaan bahasa daerah oleh pejabat negara justru contoh dan bentuk ajakan bagi masyarakat untuk selalu menuturkan bahasa ibu dalam berbagai kesempatan, agar tidak punah ditelan zaman,” kata Fahir.

Mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bogor ini mengatakan anggota DPR RI seharusnya berada di garda depan dalam pelindungan dan penguatan bahasa daerah.

Merujuk pada rilis yang dikeluarkan UNESCO pada 21 Februari 2019, sebanyak 2.500 bahasa di dunia terancam punah, termasuk 100 bahasa daerah di Indonesia.

Sebanyak 200 bahasa di dunia mengalami kepunahan dalam 30 tahun terakhir dan 607 bahasa dalam status tidak aman. Selain itu, diperkirakan sekitar 3.000 bahasa lokal akan punah di akhir abad ini.*