Bagikan:

JAKARTA - Jaksa Pinangki Sirna Malasari disebut menawarkan pengurusan fatwa agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi Mahkamah Agung (MA) dalam kasus cessie Bank Bali. Djoko Tjandra percaya dengan janji manis Pinangki.

"Fakta hukum yang kami temukan Pinangki ini menawarkan penyelesaian (Fatwa) dengan Djoko Tjandra dan Djoko Tjandra percaya," Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah kepada wartawan, Selasa, 1 September.

Djoko Tjandra pun disebut memberikan sejumlah uang untuk mengurus fatwa itu ke MA. Namun, janji Pinangki tidak membuahkan hasil manis. Karena pengurusan fatwa itu gagal total.

Gagalnya pengurusan fatwa itu membuat keduanya selisih paham. Namun Febrie tidak merinci selisih paham antara Djoko Tjandra dan Pinangki. Hanya saja, pangkal masalahnya adalah gagalnya pengurusan itu.

"Memang tidak selesai (pengurusan fatwa) karena memang ada permasalahan dengan Djoko Tjandra dengan Pinangki," katanya.

Kemudian, Djoko Tjandra memakai pengacara Anita Kolopaking untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Anita Kolopaking sendiri sekarang sudah menjadi tersangka di Mabes Polri.

"Kemudian beralih kepengurusan peninjauan kembali itu yang berperan Anita Kolopaking sehingga Mabes Polri yang kita koordinasikan sudah ditangani di sana," ungkap Febrie.

Lagi-lagi pil pahit harus ditelah Djoko Tjandra. PK yang diajukan ditolak karena Djoko Tjandra selalu mangkir dalam persidangan. Nah, selang beberapa waktu kemudian, Bareskrim Polri berhasil membawa pulang Djoko Tjandra.

Dari sini semua permasalahan muncul. Antara lain pengurusan surat jalan palsu. Djoko memakai surat jalan palsu untuk masuk ke Indonesia dan berhasil ke luar negeri lagi.

Selain itu, Djoko Tjandra juga disebut menggelontorkan sejumlah uang untuk menghapus red notice. Dari sejumlah kasus ini, Bareskrim sudah menetapkan beberapa orang menjadi tersangka.

Dalam kasus surat jalan palsu Bareskrim menetapkan tiga orang tersanga. Mereka adalah Djoko Tjandra, Brigjen Prasetyo Utomo, dan Anita Kolopaking.

Pada kasus penghapusan red notice, 4 orang dijadikan tersangka. Mereka adalah, Djoko Tjandra, Irjen Napoleon Bonaparte, Brigjen Prasetyo Utomo dan Tommy Sumardi.

Kemudian di Kejaksaan Agung lagi-lagi Djoko Tjandra menjadi tersangka. Dia menjadi tersangka bersama Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Djoko Tjandra sebagai pemberi dan Pinangki sebagai penerima.

Kejaksaan menduga Pinangki menerima suap senilai 500 ribu dolar AS atau setara Rp7 miliar dari Djoko Tjandra. Dalam kasus ini Kejaksaan Agung juga sudah menetapkan Djoko Tjandra sebagai pemberi suap.