Irjen Napoleon Bantah Terima Suap, Polri: Kami Tidak Mengejar Pengakuan
Karo Penmas Devisi Humas Polri Brigjen Awi Setyono (Foto: Humas Polri)

Bagikan:

JAKARTA - Irjen Napoleon Bonaparte melalui kuasa hukumnya membantah menerima uang suap Djoko Tjandra terkait penghapusan red notice. Polri tidak mempermasalahkan bantahan tersebut.

Karo Penmas Devisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono mengatakan, penyidik tidak mengejar pengakuan dari para tersangka. Untuk itu, sah-sah saja bantahan yang disampaikan tersebut.

"Perlu kami sampaikan bahwasannya penyidik tidak mengejar pengakuan," kata Awi kepada wartawan, Jakarta, Jumat, 28 Agustus.

Menurut dia, dalam pengungkapan kasus korupsi banyak metode yang dilakukan oleh penyidik. "Penyidik bekerja sesuai saintifik investigation, kami tidak mencari atau mengejar pengakuan," kata dia.

Adapun Napoleon melalui kuasa hukumnya membantah menerima duit dari Djoko Tjandra terkait pengurusan penghapusan red notice. Napoleon mengaku tak terlibat dalam kasus dugaan suap Djoko Tjandra ini.

"Saya mewakili Jenderal Napoleon hari ini bicara, Jenderal Napoleon Bonaparte secara tegas bahwa Jenderal Napoleon Bonaparte tidak pernah menerima uang atau barang sebagaimana yang selama ini diberitakan baik itu dari Tommy Sumardi, baik itu dari Brigjen Prasetyo Utomo maupun dari Djoko S Tjandra apalagi dari pihak lainnya," ujar pengacara Irjen Napoleon Bonaparte, Gunawan Raka kepada wartawan, Kamis, 27 Agustus.

Gunawan menegaskan, Irjen Napoleon tak pernah mengurus red notice Djoko Tjandra saat bertugas di Divisi Hubungan Internasional Polri. Menurutnya, red notice atas nama Djoko Tjandra telah terhapus dari IPSG Interpol Sekretariat Jenderal yang terletak di Lyon, Prancis Lyon sejak tanggal 11 Juli 2014.

Terhapusnya red notice ini karena tidak ada permintaan perpanjangan waktu dari Pemerintah Indonesia kepada Interpol. Sehingga secara otomatis red notice atas nama Djoko S Tjandra terhapus.

Dengan begitu, Djoko Tjandra bisa keluar masuk Indonesia. Selain itu, nama Djoko Tjandra juga terhapus dari daftar sikim DPO imigrasi. Hal itu pun tidak ada kaitannya dengan Jenderal Napoleon Bonaparte,

"Yang sebetulnya terjadi adalah hilangnya nama Djoko S Tjandra dalam DPO imigrasi, sebagaimana teregistrasi dalam sikim adalah di luar kewenangan, di luar kekuasaan saudara Napoleon atau lembaga NCB Republik Indonesia," pungkas Gunawan.

Dalam kasus ini, Irjen Napoleon Bonaparte bersama Brigjen Prasetyo Utomo ditetapkan sebagai tersangka karena diduga sebagai penerima suap pengapusan red notice.

Mereka dijerat dengan Pasal 5 Ayat 2, Pasal 11 dan Pasal 12 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2020 tantang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 KUHP.

Sementara Tommy Sumardi ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan sebagai pemberi suap. Sehungg, Tommy dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1, Pasal 13 Undang-Undang 20 Tahun 2020 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 KUHP.

Dalam perkara suap tersebut, penyidik menyita uang senilai 20 ribu dolar AS, handphone termasuk CCTV sebagai barang bukti.