Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami aliran uang suap yang diterima Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas'ud ke Partai Demokrat.

Pendalaman tersebut dilakukan karena Abdul Gafur saat ini juga menjabat sebagai Ketua DPC Demokrat Kota Balikpapan. Selain itu, dia juga menjadi salah satu calon Ketua DPD Partai Demokrat Kalimantan Timur di Musyawarah Daerah (Musda) ke-5.

"Apakah ada dugaan ada aliran dana ke partai itu nanti yang akan didalami dalam proses penyidikan," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang dikutip dari YouTube KPK RI, Jumat, 14 Januari.

Alexander belum mau bicara banyak perihal dugaan aliran dana ke partai bintang mercy tersebut, termasuk untuk pelaksanaan Musda ke-5 di Kalimantan Timur. Semua pendalaman akan dilakukan saat proses penyidikan.

"Nanti akan didalami dalam proses penyidikan tetapi informasi tersebut sampai dengan saat ini belum kami dapatkan," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Abdul Gafur bersama Plt Sekda Kabupaten Penajam Paser Utara Mulyadi; Kepala Dinas PU dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara Edi Hasmoro; dan Kepala Dinas Bidang Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara Jusman, dan Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan, Nur Afifah Balqis sebagai penerima suap.

Sementara sebagai tersangka pemberi suap, KPK menetapkan seorang dari pihak swasta bernama Achmad Zudi. Keenam orang ini ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta pemberian izin di Kabupaten Penajam Paser Utara.

Penetapan mereka diawali dari operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar pada Rabu, 12 Januari di dua lokasi yaitu Jakarta dan Kalimantan Utara. Dari hasil penindakan tersebut, KPK turut menyita uang Rp1 miliar dan Rp447 juta di dalam rekening milik Balqis.

Selain itu, KPK juga menyita barang belanjaan berupa satu buah topi bermerek Dior dan kantong belanja Zara berisi pakaian. Penangkapan Abdul Gafur dilakukan di sebuah mal di kawasan Jakarta Selatan.

Akibat perbuatannya Abdul, Mulyadi, Edi, Jusman, dan Nur selaku penerima disangka melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara Zuhdi selaku pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.