Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk menjerat siapapun kader Partai Demokrat yang diduga menerima suap dari Bupati Penajam Paser Utara nonaktif Abdul Gafur Mas'ud. Permintaan ini muncul dari Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.

Boyamin mengatakan siapapun kader partai berlambang bintang mercy yang diduga turut merasakan duit panas itu harus menanggung akibatnya.

Apalagi, aliran uang suap itu diduga berkaitan dengan proses pemilihan Ketua DPD Partai Demokrat Kalimantan Timur di mana Abdul Gafur jadi salah satu kandidatnya.

"Jika ditemukan dua alat bukti yang cukup bahwa elite atau oknum Partai Demokrat itu menerima aliran dana dari proses pemilihan Ketua DPD Kaltim sehingga uang tersebut dapat dilacak juga artinya memang ada aliran dana," kata Boyamin kepada wartawan yang dikutip Senin, 4 April.

"KPK harus mendalami dugaan sebagai pihak yang turut serta atau membantu atau menadah uang hasil korupsi dan turut serta menadah (uang hasil, red) korupsi," imbuhnya.

Menurut Boyamin, penting bagi komisi antirasuah untuk mengusut hal ini. Sehingga siapapun yang ikut menerima aliran suap atau menikmati hasil praktik lancung yang dilakukan Abdul Gafur bisa menerima ganjaran.

"KPK prinsipnya harus melibatkan, mengaitkan semua dugaan korupsi kepada pihak-pihak yang juga nantinya dilacak ikut menikmati hasil korupsi atau lebih jauh lagi turut serta dalam dugaan itu membantu atau menerima hasil dari korupsi," tegasnya.

Tak hanya itu, pengusutan aliran uang suap ini juga penting. Tujuannya, agar masyarakat bisa memilih partai politik yang bebas dari praktik suap sebagai bentuk pemberian hukuman.

"Setidaknya rakyat, masyarakat jadi tahu bahwa partai itu menerima hasil uang dari korupsi dan bisa jadi rakyat nanti akan menghukum dalam bentuk tidak memilihnya dalam pemilu berikutnya," ungkap Boyamin.

Diberitakan sebelumnya, KPK saat ini tengah mengusut adanya dugaan aliran uang ke dalam kegiatan Musyawarah Daerah (Musda) ke-V Partai Demokrat.

Pengusutan ini dilakukan dengan memanggil sejumlah saksi seperti Deputi II Badan Pembinaan Organisasi Keanggotaan dan Kaderisasi (BPOKK) DPP Partai Demokrat Jemmy Setiawan pada Rabu, 30 Maret. Selain itu, penyidik juga menelisik dugaan ini dari tiga ketua DPC Partai Demokrat pada Kamis, 31 Maret lalu.

Adapun tiga Ketua DPC Partai Demokrat yang diperiksa adalah Ketua DPC Partai Demokrat Kutai Barat yang juga anggota DPRD Kabupaten Kutai Barat, Paul Vius; Ketua DPC Partai Demokrat Paser yang menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Paser, Abdullah; dan Ketua DPC Partai Demokrat Mahakam Hulu, Kelawing Bayau.

Meski KPK menduga ada uang suap Abdul Gafur mengalir ke kegiatan itu, Jemmy Setiawan telah melakukan bantahan. Usai diperiksa, politikus Partai Demokrat itu menyebut tak ada uang suap dari Abdul Gafur yang mengalir ke acara tersebut.

"Enggak ada, enggak ada (aliran uang suap dari Abdul Gafur ke Musda ke-V Partai Demokrat Kalimantan Timur, red)," tegas Jemmy kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada.

"Pemberian kemana," imbuhnya.

Sebagai informasi, KPK menetapkan Abdul Gafur bersama Plt Sekda Kabupaten Penajam Paser Utara Mulyadi; Kepala Dinas PU dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara Edi Hasmoro; Kepala Dinas Bidang Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara Jusman; dan Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan, Nur Afifah Balqis sebagai penerima suap.

Sementara sebagai tersangka pemberi suap, KPK menetapkan seorang dari pihak swasta bernama Achmad Zudi. Keenam orang ini ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta pemberian izin di Kabupaten Penajam Paser Utara.

Penetapan mereka diawali dari operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar pada Rabu, 12 Januari di dua lokasi yaitu Jakarta dan Kalimantan Utara. Dari hasil penindakan tersebut, KPK turut menyita uang Rp1 miliar dan Rp447 juta di dalam rekening milik Balqis.