Bagikan:

JAKARTA - Panglima Angkatan Udara Myanmar Jenderal Maung Maung Kyaw, yang mengawasi serangan udara yang menewaskan puluhan warga sipil, saat menghadapi kelompok bersenjata sipil.

Rezim militer Myanmar tidak memberikan alasan jelas di balik pencopotan Jenderal Maung Kyaw. Sebagai salah satu pejabat militer senior, ia dianggap dengan pemimpin rezim militer Jenderal Senior Min Aung Hlaing. Usianya pun baru 58 tahun, kurang dua tahun dari usia pensiun resmi di Myanmar.

Namun, sumber rezim mengatakan keputusan itu sesuai dengan kebijakan pensiun militer, karena Jenderal Maung Maung Kyaw sudah menjabat sebagai kepala angkatan udara selama empat tahun. Untuk menggantikan posisinya, rezim militer Myanmar menunjuk Kepala Staf Angkatan Udara Letnan Jenderal Tun Aung.

"Ada kasus-kasus sebelumnya di mana militer memperpanjang usia pensiun bagi orang-orang yang ingin dipertahankan. Mungkin pemimpin kudeta berpikir sang jenderal tidak mendengarkannya, dan karena itu dia tidak ingin mempertahankannya," ungkap Kapten militer yang menyerang Nyi Thuta, dikutip dari The Irrawaddy 13 Januari.

Kendati dicopot dari jabatannya sebagai Panglima Angkatan Udara, Jenderal Maung Maung Kyaw akan tetap menjadi anggota Dewan Administrasi Negara (SAC), badan pengatur rezim militer Myanamr.

Jenderal itu diberi sanksi oleh Amerika Serikat pada Februari 2021, karena menjadi anggota senior militer dan SAC yang bertanggung jawab atas tindakan keras mematikan terhadap pengunjuk rasa anti-kudeta yang damai.

Jenderal Maung Maung Kyaw adalah putra bungsu Jenderal Thura Kyaw Htin, yang menjabat sebagai kepala angkatan udara selama kediktatoran militer tahun 1980-an. Jenderal itu dengan cepat dipromosikan melalui pangkat, sebelum menjabat Panglima Angkatan Udara pada Januari 2018.

Pada saat itu, Jenderal Maung Maung Kyaw terlihat dekat dengan Jenderal Min Aung Hlaing, secara luas dianggap oleh analis pertahanan Myanmar, sebagai kemungkinan untuk pindah ke peran yang lebih senior pada akhirnya.

Sebelumnya, rezim militer baru-baru ini juga memaksa Letnan Jenderal Aung Lin Dwe untuk mundur sebagai Hakim Advokat Jenderal dan memindahkannya ke pasukan cadangan. Dia, bagaimanapun, mempertahankan posisinya sebagai sekretaris SAC.

Sejak kudeta tahun lalu, Angkatan Udara Myanmar telah melancarkan serangan udara terhadap kelompok perlawanan dan kelompok etnis bersenjata yang memerangi rezim militer. Puluhan warga sipil tewas dan ribuan mengungsi akibat serangan udara junta pada tahun 2021.

Terpisah, Persatuan Nasional Karen mengatakan sedikitnya 31 warga sipil tewas oleh serangan udara di wilayahnya di Negara Bagian Karen tahun lalu, sementara lebih dari 50.000 orang mengungsi akibat pertempuran itu. Lebih banyak lagi dikhawatirkan terkena dampak di Wilayah Sagaing dan, baru-baru ini, ribuan warga sipil mengungsi akibat serangan udara di Loikaw, ibu kota Negara Bagian Kayah.

Untuk diketahui, Militer Myanmar telah meningkatkan penggunaan serangan udara, meskipun ada tuntutan dari kelompok etnis bersenjata, mereka berhenti menggunakannya karena mereka lebih merugikan penduduk sipil daripada pejuang perlawanan.

Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus menyatukan situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.