JAKARTA - Terdakwa kasus pemerkosaan terhadap 13 santriwati, Herry Wirawan (36) dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat.
Sejumlah Anggota DPR, menteri, kepala daerah, hingga masyarakat mendukung tuntutan hukuman mati tersebut. Namun, tak begitu dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
"Komnas HAM tidak setuju dengan tuntutan hukuman mati," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara dalam pesan singkat kepada VOI, Kamis, 13 Januari.
Beka mengaku sependapat dengan anggapan bahwa Herry pantas dihukum seberat-beratnya atas tindakan bejat yang dilakukan. Namun, kata dia, tidak dengan dihilangkan hak hidupnya karena itu melanggar prinsip hak asasi manusia.
"Dalam prinsip hak asasi manusia, hak hidup adalah hak yang tidak bisa dikurangi dalam situasi apapun atau non-derogabel rights," tutur Beka.
BACA JUGA:
Alih-alih hukuman mati, Beka berpendapat Herry bisa dihukum dengan hukuman penjara maksimal, yakni selama seumur hidup.
Seperti diketahui, terdakwa kasus perkosaan 13 santriwati di Bandung Herry Wirawan dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum. Herry dinyatakan bersalah telah melakukan tindakan pencabulan tersebut terhadap belasan anak didiknya.
"Dalam tuntutan kami, pertama menuntut terdakwa dengan hukuman mati. Sebagai bukti komitmen kami memberi efek jera pada pelaku atau pada pihak-pihak lain yang akan melakukan kejahatan (seksual)," ucap Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Asep N Mulyana usai persidangan di Pengadilan Negeri Kelas IA Bandung, Selasa, 11 Januari.
Asep yang menjadi jaksa penuntut umum juga mengungkapkan tuntutan kedua terhadap terdakwa yakni berupa hukuman tambahan berupa kebiri kimia.
"Kedua, kami juga menjatuhkan atau meminta kepada hakim untuk menjatuhkan tambahan pidana tambahan berupa pengumuman identitas yang disebarkan melalui hakim dan hukuman tambahan berupa tindakan kebiri kimia," ujarnya.
Tuntutan ketiga, Asep menuturkan, pihaknya juga meminta kepada majelis hakim untuk menjatuhkan pidana sebesar Rp500 juta Rupiah dan subsider selama satu tahun kurungan dan mewajibkan kepada terdakwa untuk membayarkan restitusi kepada anak-anak korban yang totalnya mencapai Rp330 juta.