JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Kepala Divisi I PT Waskita Karya Persero Tbk Adi Wibowo. Penahanan ini dilakukan setelah dia ditetapkan sebagai tersangka sejak 2018 lalu.
Pada tahun tersebut, dia ditetapkan sebagai tersangka kasus proyek pembangunan kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Gowa, Sulawesi Selatan.
“Untuk mempercepat proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada tersangka AW (Adi Wibowo) selama 20 hari pertama,” kata Wakil KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 11 Januari.
Selanjutnya, Adi ditahan sejak 11 Januari hingga 30 Januari. Ghufron menyebut Adi ditempatkan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
"Tentunya akan lebih dulu dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari untuk mencegah penyebaran COVID-19 di dalam lingkungan rutan," ungkapnya.
Dalam kasus ini, KPK juga telah menetapkan Kepala Konstruksi VI PT Adhi Karya (Persero) Tbk tahun 2011 Dono Purwoko serta Pejabat Pembuat Komitmen Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri (AKPA) Dudy Jocom sebagai tersangka. Mereka juga telah menjalankan penahanan.
Kasus ini bermula pada 2011 di mana Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) merencanakan pembangunan gedung Kampus IPDN yang salah satunya adalah IPDN Gowa, Sulawesi Selatan dengan nilai kontrak Rp125 miliar.
BACA JUGA:
Untuk mendapatkan proyek tersebut, Adi kemudian diduga mengatur calon pemenang lelang. Caranya dengan meminta kontraktor lain mengajukan penawaran di atas nilai proyek PT Waskita Karya. Selain itu, dia juga menyusun dokumen kontraktor lain sedemikian rupa agar tak memenuhi syarat sehingga perusahaannya bisa dengan mudah memenangkan proyek.
Tak hanya itu, Adi juga diduga memalsukan proses pekerjaan. Dia membuat pekerjaan seakan sudah selesai 100 persen padahal pengerjaan baru mencapai 70 persen. Tak hanya itu, dia juga mencantumkan perubahan besaran denda yang lebih ringan.
"Selain itu, tersangka AW juga diduga menyetujui pemberian sejumlah uang maupun barang bagi PPK maupun pihak lain di Kemendagri. Akibat perbuatannya, diduga telah mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp27 miliar dari kontrak sebesar Rp125 miliar," jelas Ghufron.
Atas perbuatannya, Adi kemudian disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.