Bagikan:

MEDAN - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa perkara dugaan akta palsu David Putra Negoro alias Lim Kwek Liong (64) Onslag (putusan lepas dari tuntutan hukum) saat persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Medan. 

Terkait keputusan tersebut, korban Jong Nam Liong merasa kecewa dengan keputusan JPU Chandra Naibaho dan Riachad Sihombing.

Penasihat hukum Jong Nam Liong, Longser Sihombing mengatakan tuntutan Onslag merupakan pertama kalinya terjadi di Sumatera Utara (Sumut). 

Dia mengatakan, kliennya merasa sangat keberatan kepada tuntutan terdakwa David Putra Negoro alias Lim Kwek Liong yang dituntut Onslag. 

Longser menyebutkan, tuntutan yang diajukan oleh JPU telah mengabaikan fakta-fakta penyidikan, penelitian berkas P16, dan mengabaikan fakta-fakta paling utama di persidangan. 

"Fakta-fakta persidangan yang diakui hukum di negeri ini ada pasal 184 KUHAP. 5 alat bukti yang sudah sah, 1 alat bukti yang sah itu keterangan saksi," kata Longser kepada wartawan di Medan, Jumat, 31 Desember.

Menurutnya dugaan akta palsu yang dilaporkan tersebut, para saksi menerangkan tidak pernah datang ke kantor Notaris Fujiyanto dan juga tidak pernah hadir di rumah almarhum Yong Tjin Boen. 

"Yakni dalam rangka sebagai penghadap untuk menandatangani serta membubuhi sidik jari pada Minut Akta Nomor 8 tanggal 21 Juli 2008 dibuat oleh Notaris Fujiyanto Ngariawan yang dalam akta tersebut disaksikan pegawai notaris bernama Rismawati dan Yeti," ucapnya. 

Longser menuturkan, sejak tanggal 13 Juli 2008 saksi Jong Nam Liong, Jong Gwek Jan, Mimiyanti Jong berada di Singapura tepatnya di RS Mount Elizabeth Singapore dalam rangka merawat almarhum Yong Tjin Boen yang sedang sakit.

Hal-hal tersebut dikuatkan dengan fakta-fakta objektif yakni Paspor atas nama  Jong Tjin Boen, Paspor Saudara Jong Nam Liong, Paspor Saudari Jong Gwek Jan dan Paspor Mimiyanti. 

"Inikan semua sudah ditunjukkan di saat persidangan. Gimana mungkin bisa JPU Chandra Naibaho dan Riachad Sihombing menuntut terdakwa dengan Onslag," ujarnya. 

Longser menuturkan, dengan keterangan ahli yang dihadirkan JPU Chandra Naibaho yang menyatakan bahwa perkara ini jelas ada unsur tindak pidananya.

"DR Henry Sinaga selaku Ahli Kenotariatan yang dihadirkan di persidangan yang menerangkan Akta wajib dibuat di kantor Notaris, Minut Akta dibawa kepada penghadap adalah pelanggaran, notaris tidak memberikan salinan kepada penghadap adalah pelanggaran," ucapnya. 

"Notaris melakukan pelanggaran terhadap UU Jabatan Notaris (UUJN), proses pembuatan Minut Akta Nomor 8 tgl 21 Juli 2008 tidak memenuhi UUJN karena penandatanganan tidak secara bersama-sama, salinan akta wajib diberikan kepada penghadap, Notaris yang tidak memberikan salinan akta adalah pelanggaran," sambungnya. 

Selain itu, Prof Ediwarman, ahli pidana menerangkan tentang pemalsuan unsur subyjektif barang siapa dengan maksud/sengaja ada kehendaknya dan apa akibatnya, unsur objektif membuat surat palsu, dapat menerbitkan hak dan atau surat perjanjian, menggunakan dan menggunakan, menyuruh orang lain menggunakan, dapat mendatangkan kerugian.

"Maka sesuai teori ini pelaku dihukum melakukan peristiwa pidana. Keterangan palsu dalam suatu akta dilarang. Dalam pasal 1872 KUHPerdata ada pidananya jika adanya pemalsuan atau keadaan palsu, dipergunakan atau tidak dipergunakan itu diatur dalam pasal 266 KUHP, Akta autentik dibuat pejabat berwenang," sebutnya.

Dia mengatakan hal yang sama juga disampaikan Alfi Sahari dengan mejelaskan seseorang itu dapat diminta pertanggungjawaban adalah kesalahan, perbuatan melawan hukum, kemampuan bertanggungjawab, alasan pemaaf dan pembenaran.

"Jadi, gimana mungkin JPU Chandra Naibaho dan Richad Sihombing bisa menuntut terdakwa dengan menyatakan perbuatan terdakwa tidak ada pidananya," ungkapnya. 

Diketahui, David Putra Negoro alias Lim Kwek Liong (64) terdakwa perkara dugaan akta palsu dituntut Onslag oleh JPU Chandra Naibaho dan Riachad Sihombing di ruang Cakra 6 PN Medan, pada Selasa, 28 Desember lalu. 

Dalam nota tuntutannya, JPU Chandra Naibaho dan Kasi Pidum Kejari Medan, Riachad Sihombing menyatakan perbuatan terdakwa terbukti bersalah seperti dalam dakwaan, namun perbuatan tersebut bukan merupakan perbuatan pidana, melainkan perbuatan perdata.