Bagikan:

JAKARTA - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam HUT Bidang Pidana Khusus (Pidsus) ke-39, meminta penanganan perkara korupsi baik di tingkat Kejaksaan Agung maupun daerah bisa berjalan beriringan tanpa ada celah.

Burhanuddin melihat masih ada celah (gap) kualitas penanganan perkara korupsi di Kejaksaan Agung dan satuan kerja di daerah.

"Jangan sampai terlalu  timpang, ketika Pidsus Kejaksaan Agung berlari dengan cepat, tapi Pidsus di daerah masih lambat dan akhirnya jauh tertinggal. Maka, baik di pusat maupun di daerah Bidang Pidsus harus mempunyai satu napas yang sama dalam pemberantasan tindak pidana korupsi," kata Burhanuddin dikutip Antara, Rabu, 29 Desember.

Burhanuddin mengapresiasi capaian kinerja Bidang Pidsus Kejaksaan Agung dengan usia ke 39 tahun.

Beberapa capaian dimaksud seperti menangani dan mengungkap ratusan kasus korupsi dan di antaranya merupakan kasus kelas kakap, seperti Jiwasraya dan Asabri yang merugikan keuangan negara mencapai puluhan triliun.

Bahkan memberikan tuntutan maksimal, yaitu pidana seumur hidup dan hukuman mati kepada para terdakwa korupsi.

Keberhasilan lainnya, di penghujung tahun 2021, Bidang Pidsus kembali membuktikan komitmen pemberantasan tindak pidana korupsi demi mewujudkan penegakan hukum yang dapat memberikan kepastian, keadilan dan kemanfaatan hukum, yakni terkait dengan adanya putusan Mahkamah Agung RI Nomor 4952K/Pid.Sus/2021 tanggal 8 Desember 2021 yang memutus terdakwa Irianto yang diadili di dalam perkara tindak pidana korupsi impor tekstil.

Burhanuddin mengatakan Pidsus Kejaksaan Agung membuat terobosan hukum dalam membuktikan adanya kerugian perekonomian negara para perkara impor tekstil tersebut.

"Karena sebagaimana kita ketahui bersama bahwa kerugian yang dimaksud di dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi bukan hanya terkait dengan kerugian keuangan negara saja namun juga kerugian perekonomian negara," kata Burhanuddin.

Untuk itu, Jaksa Agung berharap kepada seluruh jajaran Bidang Pidsus, khususnya di daerah untuk menjadikan momen bersejarah ini sebagai tonggak perubahan pola pikir penanganan perkara tindak pidana korupsi ke arah ada tidaknya kerugian perekonomian negara.

Burhanuddin menambahkan, Bidang Pidsus yang merupakan etalase bagi reputasi dan tolok ukur keberhasilan penegakan hukum di Kejaksaan.

Karena itu, Bidang Pidsus hendaknya bisa menjadi "role model" dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi yang baik dan benar, yaitu penanganan perkara yang tidak hanya mampu menghukum dan memberikan efek jera, namun juga mampu memulihkan kerugian keuangan negara, memberikan manfaat bagi masyarakat, serta memperbaiki tata kelola.

Di akhir pengarahannya, Burhanuddin mengingatkan tantangan yang akan dihadapi Bidang Pidsus, seperti revisi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI memberikan dan perubahan strategis dalam bidang pidana khusus terkait dengan adanya kewenangan Jaksa Agung untuk menetapkan penggunaan denda damai (schikking) terhadap pidana perpajakan, tindak pidana kepabeanan atau tindak pidana ekonomi lainnya.

Tantangan berikutnya, keberlangsungan pembangunan yang berkesinambungan dan keadaan perekonomian negara yang harus tetap stabil, kemudian penilaian masyarakat terhadap upaya pemberantasan korupsi masih dinilai belum baik.

Burhanuddin menyampaikan tantangan tersebut harus direspon dengan cepat dan tepat. Lakukan penanganan tindak pidana korupsi serta tindak pidana khusus lainnya secara profesional dan tidak gaduh, lalu optimalkan pemulihan kerugian keuangan negara. Siapkan instrumen penunjang, dan tingkatkan sarana dan prasarana termasuk kemampuan SDM-nya.

Selanjutnya salah satu hal penting yang menjadi fokus utama pembenahan di Kejaksaan, kata Burhanuddin, yaitu masalah integritas. Jangan sampai masalah integritas ini menjadi batu sandungan yang membuat kejaksaan jatuh.

Seluruh insan Adhyaksa diminta untuk menjaga marwah Kejaksaan sebagai institusi terdepan dalam pemberantasan korupsi, sekaligus sebagai wajah kepastian hukum Indonesia, di mata rakyat dan di mata internasional. Tanpa Kejaksaan yang bersih dan dipercaya, maka satu fondasi penting pembangunan nasional juga akan rapuh.

"Jangan hancurkan ekspektasi yang besar dari masyarakat karena adanya satu atau dua oknum yang tidak berintegritas," kata Burhanuddin.