Moeldoko: Cukai Hasil Tembakau Naik karena Perokok Penyumbang Terbesar Beban BPJS
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Bali/FOTO Dafi VOI

Bagikan:

DENPASAR - Pemerintah bakal menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) alias cukai rokok mulai tahun depan. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut kenaikan CHT memang rutin setiap tahun.

"Saya pikir kalau cukai rokok itu kan setiap tahun ada kenaikan. Jadi ini bukan sesuatu yang baru, dan satu berulang dari tahun ke tahun. Memang di situ mungkin juga ada keluhan," kata Moeldoko di kantor gubernur Bali, Kamis, 16 Desember.

Menurut Moeldoko, perokok menjadi penyumbang beban terbesar di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

“Sesuai dengan hasil survei yang dilakukan bahwa para perokok itu penyumbang terbesar beban di BPJS. Untuk itu, harapannya nanti bisa mengurangi perokok dan secara otomatis biaya BPJS jadi semakin ringan," imbuhnya.

Kenaikan CHT diharapkan Moeldokok juga dapat membuat generasi muda sadar akan kesehatannya. 

"Terus kedua generasi-generasi mudah kita agar lebih punya kesadaran tinggi atas kesehatan. Untuk itu bisa mengurangi (perokok) itu kira-kira," katanya.

Diberitakan sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut akan terus meningkatkan komitmen dalam menekan konsumsi rokok. Terbaru, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa kebijakan Cukai Hasil Tembakau (CHT) adalah bagian dari upaya mencapai target ini.

“Pemerintah mendorong peningkatan kualitas kesehatan masyarakat sekaligus peningkatan produktivitas SDM ke depannya,” ujar dia dalam konferensi pers secara virtual, Senin, 13 Desember.

Menurut Menkeu, kebijakan CHT selama ini telah efektif menekan konsumsi rokok, tercermin dari turunnya konsumsi rokok 2020 sebesar 9,7 persen dari tahun sebelumnya seiring dengan meningkatnya indeks kemahalan rokok sebesar 12,6 persen.

Dalam penjelasannya, upaya mengurangi disparitas harga rokok di seluruh jenis rokok juga penting untuk meningkatkan efektivitas kebijakan CHT.

“Di saat konsumsi rokok yang dibuat dengan mesin baik rokok kretek (Sigaret Kretek Mesin/SKM) maupun rokok putih (Sigaret Putih Mesin/SPM) terus menurun sejalan dengan kenaikan harga akibat penyesuaian tarif CHT,” tuturnya.

Adapun, konsumsi rokok yang dibuat dengan tangan (Sigaret Kretek Tangan/SKT) justru naik dalam 2 tahun terakhir karena tarif cukainya tidak naik yang membuat harganya menjadi lebih terjangkau. Tidak naiknya jenis SKT pada 2020 terkait dengan transisi kebijakan yang memperhatikan keberlangsungan tenaga kerja utamanya petani tembakau serta pekerja di industri tembakau secara umum.

“Untuk meningkatkan efektivitas CHT dalam rangka mendukung upaya mengurangi konsumsi rokok, kenaikan tarif juga akan mencakup SKT yang juga akan diiringi dengan kebijakan Dana Bagi Hasil (DBH) CHT. Melalui DBH CHT, pemerintah berupaya meningkatkan dukungan terhadap petani/buruh tani tembakau serta buruh rokok,” ucapnya.