Satgas: Pengecualian Kewajiban Karantina hanya Karena Kondisi Mendesak seperti Sakit dan Kedukaan
ILUSTRASI ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 menyampaikan pengecualian kewajiban karantina bagi pelaku perjalanan internasional baik WNA maupun WNI berlaku terbatas. 

Juru Bicara Nasional Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adi Sasmito mengatakan Satgas Penanganan COVID-19 telah mengeluarkan Surat Edaran Satgas COVID-19 Nomor 25/2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional pada Masa Pandemi COVID-19 yang mengatur kewajiban karantina bagi WNI dan WNA dari luar negeri.

Pengecualian kewajiban karantina hanya berlaku bagi WNA dengan kriteria pemegang visa diplomatik dan dinas, pejabat asing serta rombongan yang melakukan kunjungan kenegaraan, delegasi negara-negara anggota G-20, skema TCA.

"Pengecualian kewajiban karantina WNI dengan keadaan mendesak seperti memiliki kondisi kesehatan yang mengancam nyawa dan membutuhkan perhatian khusus, serta kondisi kedukaan seperti anggota keluarga inti meninggal," papar Wiku dikutip Antara, Rabu, 15 Desember. 

Ketentuan itu, lanjut dia, menggantikan surat edaran Nomor 23/2021 yang mewajibkan setiap pelaku perjalanan internasional melakukan tes RT-PCR saat kedatangan, karantina 10 x 24 jam, dan tes ulang RT-PCR kedua pada hari ke-9 karantina.

Disampaikan, warga Indonesia dari 11 negara tempat transmisi komunitas varian Omicron wajib menjalani karantina 14 hari.

Wiku menambahkan penentuan lokasi karantina di wilayah Jakarta dibagi dalam dua skema. Pertama, WNI (PMI, Pelajar/mahasiswa yang telah menamatkan studinya di luar negeri, ASN yang melakukan perjalanan tugas) dilakukan di Wisma Pademangan, Wisma Atlet Kemayoran, Rusun Pasar Rumput, dan Rusun Nagrak.

Kedua, karantina pelaku perjalanan dengan biaya mandiri dilakukan di lebih dari 105 hotel yang telah mendapatkan status CHSE dan berdasarkan rekomendasi Satgas COVID-19.

Wiku menambahkan, ketentuan dispensasi pengurangan durasi karantina dan/atau pelaksanaan karantina mandiri di kediaman masing-masing dapat diberikan kepada WNI pejabat setingkat eselon I ke atas yang kembali dari perjalanan dinas di luar negeri.

"Pejabat yang tidak sedang dalam perjalanan dinas ke luar negeri dan kembali ke Indonesia tidak dapat mengajukan dispensasi pengurangan durasi karantina atau pengajuan karantina mandiri dan harus melakukan karantina terpusat di hotel. Rombongan penyerta keperluan dinas, wajib melakukan karantina terpusat," tegas Wiku.

Pengecualian dan dispensasi ini, menurut Wiku hanya berlaku individual dan harus diajukan minimal tiga hari sebelum kedatangan di Indonesia kepada Satgas COVID-19 dan berdasarkan evaluasi K/L terkait.

Ketentuan ini sejalan dengan pernyataan Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Letnan Jenderal TNI Suharyanto pada rapat dengar pendapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Senin, 13 Desember, dan selanjutnya diatur secara lebih rinci dalam surat edaran.

Pengawasan

Wiku menekankan, pengawasan tetap dilakukan saat WNI menjalani karantina mandiri. "Kami memberikan sejumlah syarat yang ketat seperti kewajiban pelaporan hasil RT-PCR pada hari ke-9 karantina dan memastikan pengawasan tetap dilakukan hingga masa akhir karantina," katanya.

Karena itu, kata Wiku, setiap pelanggar ketentuan karantina mandiri akan ditindak tegas. Misalnya, dengan mengembalikan lagi ke tempat karantina terpusat.

"Bila masih tidak kooperatif, berlaku sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UU Wabah Penyakit Menular dan Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan," ujarnya.

Wiku menilai penanganan serta pengendalian COVID-19 di Indonesia terus mengalami perbaikan dan konsisten berada di tingkat penularan rendah lebih selama 150 hari terakhir.

Menurut dia hal itu tidak lepas dari pemutakhiran dan relaksasi kebijakan yang terus dilakukan untuk mendapatkan upaya terbaik dalam melindungi segenap elemen masyarakat dari paparan SARS-CoV-2 yang secara alamiah bergerak dinamis.

"Karantina COVID-19 merupakan upaya memisahkan seseorang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus positif atau riwayat bepergian ke wilayah yang telah terjadi transmisi komunitas dengan prosedur khusus. Karena itu, kebijakan ini adalah kunci pencegahan importasi kasus yang harus dipatuhi bersama oleh seluruh lapisan masyarakat dengan penuh kedisiplinan," ujar Wiku.

Implementasi kebijakan berlapis yang baik dengan karantina dan testing, menurut Wiku berperan penting dalam mengendalikan kondisi COVID-19 di Indonesia.

"Terbukti dengan rendahnya penambahan kasus dan belum masuknya varian Omicron," ucapnya.

Prinsipnya, kata Wiku, kebijakan akan efektif jika implementasi di lapangan juga baik, dan sangat bergantung dengan kepatuhan setiap individu yang dapat menjadi teladan orang-orang sekitarnya.

Karena itu, saat ini pemerintah terus memperbaiki organisasi dan manajemen satgas pelaku perjalanan internasional.

"Sejatinya, setiap individu warga negara Indonesia ikut bertanggung jawab dengan kondisi kasus COVID-19 di Indonesia. Terlebih, individu yang karena situasi dan kondisinya diizinkan melakukan karantina mandiri. Jadilah contoh yang baik untuk sesama warga Indonesia," tegas Wiku.