JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango angkat bicara soal pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri perihal presidential threshold
0 persen yang disampaikannya beberapa waktu lalu. Dia mengatakan apa yang disampaikan Firli bukan hasil kajian lembaga tapi pernyataan pribadi.
"Omongan Pak Firli itu merupakan pendapat atau argumen yang bersangkutan pribadi, bukan merupakan hasil kajian kelembagaan KPK," kata Nawawi kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 15 Desember.
Dia mengatakan Firli sebagai tiap warga negara bebas berpendapat. Hanya saja, Nawawi menilai, isu yang disinggung ketuanya itu kurang tepat. Menurut dia, Firli harusnya menyinggung isu pemberantasan korupsi ketimbang presidential thresold. Pun bila mau membahas pemilihan umum, sebaiknya berkaitan dengan pelaksanaan yang mahal dan berbiaya tinggi sehingga menimbulkan celah perilaku lancung.
"Bagi saya sendiri, mungkin yang lebih pas ditelaah dan bersinggungan dengan issue pemberantasan korupsi yang memang menjadi tupoksi KPK, bukan soal presidential threshold tapi kepada sistem penyelenggaraan pemilu, pilkada, pilpres, dan pileg yang berbiaya tinggi dan senyatanya menjadi sumber potensi perilaku korupsi," ujarnya.
"Materi yang ini yang mungkin KPK bisa ikut berperan melakukan kajian-kajian dan selanjutnya merekomendasikan kajian tersebut kepada pemerintah dan DPR," imbuh Nawawi.
Diberitakan sebelumnya, Firli Bahuri jadi sorotan setelah menyinggung presidential thresold sebaiknya menjadi 0 persen. Ia lantas menyebut pernyataannya ini bukan berarti dia menyinggung ranah politik karena dia hanya ingin korupsi bisa diberantas.
Saat acara Silatnas dan Bimtek Anggota DPRD Partai Perindo pada Jumat, 10 Desember, Firli Bahuri mengatakan semestinya ambang batas yang ditetapkan untuk maju dalam kontestasi politik 0 persen. Dengan begitu, ongkos mahal dalam berpolitik bisa ditekan.
BACA JUGA:
"Sekarang orang masih heboh dengan apa itu pak, parlemen treshold, presidential treshold, seharusnya kita berpikir sekarang bukan 20 persen, bukan 15 persen. 0 persen dan 0 rupiah. Itu, pak, kalau kita ingin mengentaskan dari korupsi," kata Firli saat itu.
Hanya saja, dia belakangan menegaskan apa yang disampaikannya itu tidak bermaksud menyinggung ranah politik. Firli mengatakan apa yang disampaikannya semata-mata untuk mencegah praktik korupsi karena ambang batas ini kerap membuka peluang pemberian mahar dan menjadikan politik di Tanah Air berbiaya mahal.
"Pendapat saya terkait PT 0 persen adalah semata-mata untuk tujuan penanganan potensi dan pemberantasan korupsi yang maksimal karena itulah konsentrasi KPK," kata Firli dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 14 Desember.
"Bukan berarti saya memasuki ranah politik. Sekali lagi saya tegaskan bahwa saya tidak memasuki ranah kamar politik atau kamar kekuasaan yudikatif," imbuhnya.