JAKARTA - Anggota Fraksi PAN DPR RI Guspardi Gaus, mendukung pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang menyebut Presidential Threshold harus ditiadakan guna mengentaskan korupsi di Indonesia.
Sebab, dengan adanya Presidential Threshold maka demokrasi Tanah Air masih diwarnai dengan biaya politik yang tinggi.
Menurut anggota Komisi II DPR itu, sudah seharusnya pilpres yang membutuhkan ongkos politik mahal dihilangkan. Karena kata dia, bisa dibayangkan jika ada figur yang kredibel, berintegritas dan hebat mau maju menjadi calon pemimpin bangsa tetapi tak punya kapital yang memadai.
"Ini yang dijadikan peluang bagi oligarki untuk mensponsori figur yang ingin maju dalam pemilihan presiden. Setelah sosok pemimpin yang dibiayainya itu terpilih, maka kepentingan para oligarki tentu harus diakomodir sehingga tersandera kepentingan pihak lain yang mendorong terjadinya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)," ujar Guspardi kepada wartawan, Senin, 13 Desember.
Berbeda dengan Fraksi PAN, Sekretaris Fraksi PPP Achmad Baidowi justru menilai ketua KPK Firli Bahuri tidak perlu menyibukkan diri mengurusi presidential threshold.
Menurut Baidowi, Firli seharusnya fokus saja pada tugas, pokok, dan fungsi KPK yaitu memberantas korupsi di negeri ini. Sebab, soal ambang batas itu pada pemilu adalah tupoksi di DPR.
“Sebaiknya Firli fokus pada tupoksi di KPK, ndak perlu ngurus hal yang di luar tupoksinya,” ujar Baidowi saat dihubungi, Senin, 13 Desember.
Soal biaya politik mahal yang disebut Firli, pria yang akrab disapa Awiek itu mempertanyakannya. Dia lantas meminta Firli untuk tidak melempar isu yang berada di luar tupoksi sebagai pimpinan KPK.
“Mahar politiknya di mana? Sebaiknya tidak melempar isu di luar tupoksinya. Sebaiknya fokus pada internal KPK," tandas Awiek.
BACA JUGA:
Diketahui sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyinggung soal ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold (PT) yang tengah ramai menjadi perbincangan. Diketahui, ada sejumlah pihak yang tengah menggugat ambang batas ini kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal itu dia singgung Firli Bahuri saat memberikan materi di acara Silatnas dan Bimtek anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia Partai Perindo yang digelar di Jakarta Concert Hall, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat, 10 Desember.
"Sekarang orang masih heboh dengan apa itu pak, parliamentary threshold, president threshold. Seharusnya kita berpikir sekarang bukan 20 persen, bukan 15 persen. Tapi 0 persen dan 0 rupiah. Itu pak kalau kita ingin mengentaskan korupsi," kata Firli.
Menurut Firli, dengan PT 0 persen dan 0 rupiah, tidak ada lagi demokrasi di Indonesia yang diwarnai dengan biaya politik yang tinggi. Sebab, biaya politik tinggi menyebabkan adanya politik transaksional. Padahal, di era reformasi yang sudah bertransformasi ini, keterbukaan merupakan ruh daripada demokrasi di Indonesia.
Dengan keterbukaan, kata Firli, seharusnya tidak ada lagi celah untuk korupsi ataupun transaksional di ruang gelap yang kelam dan saat malam gelap gulita. "Maknanya apa? Maknanya kita setelah tertutup seharusnya semuanya transparan, semuanya akuntabel, semuanya bisa dipertanggungjawabkan. Tidak perlu adanya politik yang mahal, tidak perlu," katanya.