Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri angkat bicara soal pernyataannya terkait Presidential Threshold yang belakangan ramai dikritisi pejabat. Menurutnya, pernyataan itu bukan berarti dia masuk ke dalam ranah politik.

Firli menegaskan apa yang disampaikannya itu guna mencegah terjadinya praktik korupsi. Sebab, ambang batas ini kerap membuka peluang pemberian mahar dan menjadikan politik di Tanah Air berbiaya mahal.

"Pendapat saya terkait PT 0 persen adalah semata-mata untuk tujuan penanganan potensi dan pemberantasan korupsi yang maksimal karena itulah konsentrasi KPK," kata Firli dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 14 Desember.

"Bukan berarti saya memasuki ranah politik. Sekali lagi saya tegaskan bahwa saya tidak memasuki ranah kamar politik atau kamar kekuasaan yudikatif," imbuh eks Deputi Penindakan KPK ini.

Firli mengatakan keluhan tentang biaya politik yang mahal dan butuh modal besar ini bukan hal baru yang didengar KPK. Bahkan, dalam beberapa kali rapat koordinasi, komisi antirasuah kerap mendengar keluhan tersebut.

"KPK menyerap informasi dan keluhan langsung dari rumpun legislatif dan eksekutif di daerah yang mengeluhkan biaya pilkada yang mahal, sehingga membutuhkan modal besar. Modal besar untuk pilkada sangat berpotensi membuat seseorang melakukan tindak pidana korupsi, karena setelah menang akan ada misi balik modal," ungkapnya.

Melihat kondisi itu, Firli berpandangan jika ambang batas atau Presidential Thresold ini kemudian dihapuskan akan membuat mahar politik kemudian menghilang dan biaya kampanye lebih murah. "Sehingga pejabat terpilih lebih leluasa bekerja baik ketimbang mikir korupsi untuk balik modal dan balas budi donatur," tegasnya.

"Jadi kenapa tidak PT ini 0 persen jika memang biaya politik hasrat korupsi yang membabi buta bagi seluruh pejabat politik, maka harus segera ditangani akar persoalannya. Salah satunya presidential threshold," imbuh Firli.

Sekali lagi, dia menegaskan pernyataan ini jangan sampai ditarik ke ranah politik. "Saya hanya ingin Indonesia bebas dan bersih dari praktik korupsi," ujarnya.

"Untuk membebaskannya, maka perlu peran segenap anak bangsa dan perlu orkestrasi nasional membangun budaya antikorupsi dalam upaya pemberantasan korupsi," pungkas Firli.