Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengungkap hampir separuh calon kepala daerah menyatakan adanya donatur untuk membiayai kegiatan mereka. Dia mengatakan hal ini terjadi karena mahalnya biaya politik di Tanah Air.

"Fakta data terakhir 82,3 persen calon kepala daerah menyatakan adanya donatur dalam pendanaan pilkada mereka," kata Firli dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Rabu, 15 Desember.

Selanjutnya, para donatur akan meminta balas budi berupa kemudahan perizinan maupun dipermudah saat ikut serta dalam pengadaan proyek pemerintahan baik barang maupun jasa. "Informasi ini didapat dari mereka sendiri para gubernur, kepala daerah, legislatif," tegas eks Deputi Penindakan KPK tersebut.

Firli kemudian menegaskan upaya memangkas biaya politik yang tinggi perlu dilakukan. Penyebabnya, hal semacam ini dapat memunculkan upaya balik modal dan balas budi kepada donatur saat calon pejabat mendapatkan jabatannya.

Apalagi, kebutuhan uang dengan jumlah banyak bukan hanya untuk kampanye saja tapi juga untuk mahar politik. Kata dia, pemberian tersebut dilakukan agar calon tertentu mendapatkan rekomendasi dari partai.

Dengan berbagai alasan itu, Firli lantas menyarankan penghapusan presidential thresold ataupun ambang batas yang ditentukan. Menurutnya, langkah ini tepat dilakukan untuk memberantas korupsi karena akan menghilangkan mahar politik dan biaya kampanye menjadi murah.

"Saya berpendapat bahwa jika PT 0 persen bisa membuat mahar politik parpol hilang dan biaya kampanye murah. Sehingga pejabat terpilih lebih leluasa bekerja baik, ketimbang mikir korupsi untuk balik modal dan balas budi donatur, kenapa tidak PT ini 0 persen," ungkapnya.

"Jika memang biaya politik mendorong hasrat korupsi yang membabi buta bagi seluruh pejabat politik, maka harus segera ditangani akar persoalannya. Salah satunya presidential threshold," imbuh Firli.

Dia mengatakan apa yang disampaikannya itu bukan berarti dia mencampuri urusan politik. "Sekali lagi saya tegaskan bahwa saya tidak memasuki ranah kamar politik atau kamar kekuasaan yudikatif," ujarnya.

Firli bilang pernyataannya itu semata-mata untuk memberantas praktik korupsi yang terjadi akibat mahalnya biaya politik dan adanya praktik pemberian mahar kepada partai. "Saya hanya ingin Indonesia bebas dan bersih dari praktik korupsi," katanya.

"Untuk membebaskan Indonesia dari lilitan korupsi maka perlu peran segenap anak bangsa dan perlu orkestrasi nasional membangun budaya antikorupsi dalam upaya-upaya pemberantasan korupsi," pungkas Firli.