JAKARTA - Polisi menyatakan sopir bus TransJakarta yang menabrak pejalan kaki hingga tewas di kawasan Ragunan, Jakarta Selatan, tidak ditetapkan sebagai tersangka. Setidaknya, ada tiga alasan yang mendasarinya.
"Hasil gelar perkara yang bersangkutan sopir an YH tidak cukup unsur untuk dijadikan tersangka," ujar Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Argo Wiyono saat dihubingi, Rabu, 15 Desember.
Alasan pertama sopir itu tak dijadikan tersangka, yakni, pada saat proses kecelakaan itu sopir bus tak memiliki jarak untuk melakukan pengereman.
Sebab, jarak antara bus dengan korban hanya 4 meter. Padahal, jika bus melaju dengan kecepatan 30 km per jam dibutuhkan jarak 10 sampai 14 meter.
"Tidak cukup jarak untuk melakukan pengereman. Karena tadi jarak berhenti dengan kecepatan 30 km per jam itu minimal 10 meter itu jalan kering. Karena malam itu jalan basah kira-kira 14 meter," kata Argo.
Alasan kedua yakni, tidak ada ruang gerak untuk bus untuk menghindar. Sebab, lebar jalur busway telah diatur sesuai dengan ukuran bus.
"Di jalur busway itu tidak ada ruang gerak. Artinya si supir tidak bisa kekiri atau ke kanan. Ke kiri nabrak separator mungkin fatalitas lebih tinggi kalau ke kanan nabrak pembatas," ungkapnya.
BACA JUGA:
Alasan terakhir, kata Argo, kesalahan pun ada pada korban. Sebab, sebagai pejalan kaki seharusnya menyeberang menggunakan jembatan penyebarangan. Bahkan, jika tidak ada bisa menggunakan zebra cross.
"Dari sisi pejalan kaki itu ada aturan di Pasal 172 ayat 1 bahwa seorang pejalan kaki yang menyebrang itu harus menggunakan tempat penyebrangan," kata Argo.
"Kemudian di 172 ayat 2 kalau tidak ada jembatan penyebrangan dia harus menyebrang di tempat memang disediakan jadi memang harus ada zebra cross jadi tetap harus memperhatikan keselamatannya," sambungnya.
Sebelumnya, bus TransJakarta menabrak pejalan kaki di Jalan Raya Taman Margasatwa Raya, Jakarta Selatan, pada Senin, 6 November.
Bahkan, akibat kecelakaan itu, pejalan kaki tersebut meninggal dunia di lokasi kejadian.