3.962 Korban Pelanggaran HAM Berat Direhabilitasi LPSK Selama 10 Tahun Terakhir
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu/DOK VIA ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah melakukan rehabilitasi terhadap 3.962 korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat selama 10 tahun terakhir. Meski demikian, upaya ini bukan bentuk lain dari impunitas sehingga negara dituntut untuk melakukan penyelesaian.

"Kita tetap mendorong negara untuk menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM yang berat melalui mekanisme pro-justicia maupun Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 10 Desember.

Edwin mengungkap mereka yang mendapat layanan LPSK sepanjang 2012-2021 tersebut merupakan korban dari tujuh pelanggaran HAM berat yaitu Peristiwa 65; Peristiwa Penghilangan Orang secara Paksa; Peristiwa Tanjung Priok; Peristiwa Talangsari; Peristiwa Jambu Keupok; Simpang KKA; dan Rumah Geudong di Aceh.

Rehabilitasi yang diberikan adalah dalam bentuk layanan bantuan medis, psikologis, dan psikososial. Adapun rinciannya bantuan medis diberikan terhadap 3.385 korban; rehabilitasi psikologis untuk 622 korban; dan rehabilitasi psikososial bagi 31 korban.

"Korban pelanggaran HAM yang berat yang telah direhabilitasi LPSK, domisilinya tersebar di 20 provinsi di Indonesia. Terbanyak, berada di Jawa Tengah (2.488), Sumatera Barat (538), Yogyakarta (284), Jawa Barat (178) dan Jawa Timur (152)," ungkapnya.

Selain tujuh peristiwa yang korbannya telah mendapatkan rehabilitasi LPSK, kata Edwin, Komnas HAM juga menetapkan 8 peristiwa lain sebagai peristiwa pelanggaran HAM yang berat, yakni Peristiwa Penembakan Misterius; Peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II; Peristiwa Dukun Santet Banyuwangi; Peristiwa Wasior, Peristiwa Wamena dan Paniai (Papua); Timor Timur, dan Abepura.

Khusus peristiwa pelanggaran HAM yang berat Timor Timur, Tanjung Priok, dan Abepura, ketiganya sudah pernah disidangkan melalui Pengadilan HAM. Hanya saja, semua pelaku yang dihadapkan dimuka persidangan divonis bebas dalam putusan akhir.

Dengan kondisi itu, LPSK mendesak agar Presiden Jokowi segera menyelesaikan pekerjaan rumah (PR) untuk mengusut pelanggaran HAM berat ini. Sehingga, korban yang haknya dilanggar mendapatkan keadilan.

"Waktu yang tersisa dalam 3 tahun ke depan, kepemimpinan Presiden Jokowi baiknya menuntaskan PR untuk menghadirkan keadilan bagi korban pelanggaran HAM yang berat," kata dia.