JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengatakan sinergi antarelemen negara merupakan kunci dari proses rehabilitasi para korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu dalam menerapkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2022.
"Ini perlu diperkuat agar jauh lebih optimal dan maksimal dalam rehabilitasi para korban. Untuk itu, elemen kekuatan negara, baik di kementerian maupun lembaga harus disinergikan," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu di Jakarta, dikutip dari Antara, Minggu 25 September.
Dia menuturkan, kekuatan sinergi antarkementerian dan lembaga tersebut diperlukan menyusul kebijakan pemerintah menerbitkan Keppres tentang penyelesaian nonyudisial kasus pelanggaran HAM berat.
"Itu kita serahkan kepada pemerintah, LPSK hanya dalam posisi siap saja apabila ada yang terkait dengan korban maka berdasarkan undang-undang wilayah kerjanya di LPSK," tutur Edwin.
BACA JUGA:
Ia mengatakan, meskipun penghukuman bagi para pelaku kejahatan HAM berat masa lalu akan sulit dilakukan, pemulihan, masa depan termasuk harkat, martabat korban, dan keluarganya harus dipulihkan.
Secara umum, lanjut dia, LPSK dalam posisi siap membantu tim penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu sebagai wujud menuntaskan mandatnya.
"Kami punya korban-korban pelanggaran HAM berat yang sudah dilindungi LPSK," tuturnya.
Setidaknya, Edwin menuturkan, lembaga ini telah memberikan perlindungan korban pelanggaran HAM berat yang jumlahnya sekitar 4.500 jiwa.
Para korban berasal dari berbagai peristiwa, di antaranya tragedi 1965, Tanjung Priok, Talang Sari, Rumah Geudong Aceh, dan peristiwa Jambo Keupok.
Artinya, kata dia, sudah ada sekitar 4.500 jumlah korban pelanggaran HAM berat yang telah mendapatkan perlindungan LPSK berupa rehabilitasi bantuan medis, psikologi, dan psikososial.