Saat KPI Pusat Amini Temuan Komnas HAM Soal Kegagalan Menjamin Keamanan Pegawai
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mengamini temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menyebut gagal menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman bagi pegawainya.

Hal ini disampaikan setelah adanya dugaan pelecehan seksual dan perundungan yang dialami oleh salah seorang pegawainya, MS.

Setelah berbulan-bulan melakukan penyelidikan, Komnas HAM akhirnya mengumumkan hasil pemeriksaan dan rekomendasinya terkait dugaan perundungan dan pelecehan yang dialami pegawai KPI Pusat, MS.

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, kegagalan ini terbukti dengan normalisasi perilaku pelecehan dan perundungan di antara para pegawai KPI Pusat. Ia bahkan mengatakan, tindakan ini sudah dianggap sebagai hal yang lumrah terjadi dan dianggap sebagai bahan candaan tanpa tindak lanjut.

"Kuat dugaan terjadi peristiwa perundungan terhadap MS dan bentuk candaan atau humor yang bersifat menyinggung dan meledek kondisi dan situasi kehidupan pribadi individu, kebiasaan dalam relasi antar pegawai di lingkungan yang memuat kata-kata kasar dan seksis seperti bangsat dan yang lain sebagainya di lingkungan KPI," ujar Beka dalam konferensi pers secara daring.

"Adanya candaan atau humor yang bersifat serangan fisik seperti memaksa membuka baju, mendorong bangku, dan memukul ini kesimpulan yang pertama," imbuhnya.

Komnas HAM menduga peristiwa perundungan bukan hanya dialami MS tapi juga dialami oleh pegawai lainnya. Apalagi, normalisasi perilaku ini sudah terjadi dan dianggap menunjukkan kedekatan pertemanan.

Dengan seluruh alasan ini, KPI Pusat disimpulkan tidak mampu menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk bekerja. Selain itu, KPI Pusat juga dianggap telah gagal mendukung upaya pemulihan bagi korban.

Hal ini, Beka bilang, terlihat dari ketiadaan regulasi internal dan perangkat yang patut dalam upaya mencegah dan menangani tindak pelecehan seksual dan perundungan di lingkungan kerja. "Serta belum belum ada pedoman panduan dalam respon serta menangani kasus pelecehan seksual dan perundungan di lingkungan kerja," tegasnya.

Atas seluruh kejadian yang menimpa MS, Komnas HAM kemudian menganggap sejumlah hak MS sebagai individu telah dilanggar. Pelanggaran pertama adalah terhadap hak atas rasa aman.

"Kedua, pelanggaran hak bebas dari ancaman kekerasan, dan perlakuan tidak layak. Jadi kalau kita bicara soal hak asasi manusia, ini kan bicara soal harkat dan martabat manusia. Adanya peristiwa pelecehan seksual yang terjadi pada MS terutama adanya aksi penelanjangan, pencoretan buah zakar adalah bentuk tindakan yang merendahkan harkat dan martabat manusia," ujarnya.

Pernyataan Komnas HAM ini kemudian ditanggapi Wakil Ketua KPI Pusat Mulyo Hadi Purnomo. Ia mengakui pihaknya telah gagal melindungi pegawainya dari tindak pelecehan seksual dan perundungan karena hal tersebut ternyata dialami oleh salah satu pegawainya, MS.

"Kalau kemudian dinyatakan bahwa kami gagal untuk melakukan itu (melindungi pegawai, red) ya mungkin bisa juga dinyatakan seperti itu," katanya dalam konferensi pers secara daring.

Meski begitu, Mulyo mengatakan pihaknya tidak hanya diam. Ia menyebut KPI Pusat telah membentuk tim investigasi secara internal untuk menyelidiki dugaan tersebut.

Namun, hasilnya tidak diumumkan untuk mencegah adanya anggapan tidak objektif. "Karena itu (hasilnya, red) sepenuhnya kami serahkan kepada kepolisian dan juga Komnas HAM dan investigasi internal yang dilakukan oleh KPI sendiri, kami sampaikan kepada Kominfo, misalnya atau DPR," ujar.

Selain itu, KPI Pusat juga memastikan pihaknya tidak melakukan intervensi terhadap proses hukum yang kini telah berjalan dan memastikan pemulihan korban menjadi fokus.

"Pada dasarnya kami sudah melakukan beberapa tahapan, beberapa proses bahkan termasuk kami sudah melakukan misalnya, membantu proses pemulihan termasuk pengobatan yang selama ini dilakukan oleh korban," pungkas Mulyo.